"Potensi PSR masih sangat tinggi yakni mencapai 2,8 juta hektar."
PROGRAM peremajaan sawit rakyat (PSR) dianggap menjadi kunci untuk menjawab tantangan keseimbangan produksi crude palm oil (CPO), baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor.
Demikian dikatakan Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana BPDPKS, Kabul Wijayanto, saat memaparkan sejumlah persoalan perkebunan kelapa sawit dalam dalam acara 'Menakar Keseimbangan Produksi CPO Untuk Kebutuhan Domestik & Ekspor, Urgensi dan Tantangan' di The Sultan Hotel and Residence, Jakarta, Rabu (19/6).
Menurut Kabul, hal itu bukan tanpa alasan. Sebab saat ini perkebunan kelapa sawit menghadapi sejumlah tantangan seperti produktivitas yang rendah yakni rata-rata CPO hanya 3,6 ton per hektare dalam satu tahun.
Lalu, alasan lain, kata Kabul, masih banyaknya kebun kelapa sawit yang diklaim masuk dalam kawasan hutan yang terindikasi sampai 3 juta hektar.
"Legalitas dan perizinan juga masih jadi kendala. Masih terdapat lahan kebun sawit yang belum memiliki legalitas SHM, HGU, atau STDB," ujarnya dalam siaran pers yang diterima, Rabu (19/6).
Kemudian sarana dan prasarana juga dinilai kurang memadai. Kurangnya sarana prasarana meliputi pengolahan, penyimpanan dan transportasi menyebabkan biaya produksi tinggi. Lalu dari sisi regulasi, harmonisasi kebijakan dalam bentuk regulasi belum optimal.
Disisi lain, ada hambatan akses pasar di beberapa negara tujuan, yakni tarif bea masuk yang tinggi, kebijakan anti dumping dan food safety. Belum lagi black campaign yang mengusung isu deforestasi, kerusakan lingkungan (biodiversity lost, gambut). Lalu hilirisasi pengembangan produk turunan CPO belum optimal.
Kemudian dari sisi energi, lanjutnya, potensi sumber daya belum tergarap maksimal untuk energi meski kualitas SDM di bidang kelapa sawit unggul.
"Urgensinya, di samping permasalahan-masalah tersebut, terdapat masalah yang utama dalam industri sawit, yaitu masih belum satu data terkait industri sawit. Masing-masing stakeholder baik kementerian dan asosiasi mempunyai data masing-masing, baik dari luasan lahan, jumlah produksi sampai dengan jumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia," katanya.
Misalnya, kata Kabul, berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa, produktivitas minyak sawit secara nasional mengalami penurunan.
Dimana dapat tahun 2019 produktivitas CPO sebesar 3,26 ton per hektar dalam satu tahun. Namun tahun 2023 dinyatakan turun menjadi 2,87 ton per hektar dalam satu tahun. Padahal dengan bibit yang baik serta menerapkan GAP dapat menghasilkan 6-8 ton per hektar dalam satu tahun. Begitu pun dengan perkebunan sawit rakyat di tahun 2023 produktivitas CPO dari kebun sawit rakyat hanya sebesar 2,58 ton per hektar dalam satu tahun.
Sementara, lanjutnya, berdasarkan data yang dihimpun dari kinerja demand terhadap minyak sawit baik untuk ekspor maupun pemakaian dalam negeri terus meningkat. Tahun 2016 konsumsi minyak sawit sebesar 41,83 juta ton, meningkat di tahun 2023 menjadi sebesar 49,17 juta ton.
"Dengan permasalahan produktivitas yang semakin menurun, akan menimbulkan ketidakcukupan dalam memenuhi permintaan minyak sawit baik untuk ekspor maupun dalam pemenuhan konsumsi dalam negeri," ujarnya.
Untuk tahun 2045, target produksi akan meningkat sebesar 86,51 juta MT, sedangkan demand minyak sawit juga mengalami kenaikan untuk ekspor sebesar 33,19 juta MT.
Sementara kebutuhan dalam negeri untuk pangan sebesar 15,34 juta MT, untuk energi (biodiesel) sebesar 224 juta MT (B35) sedangkan jika B100 menjadi 40,12 juta MT dan kebutuhan oleochemical sebesar 10,68 juta MT, sehingga total kebutuhan demand minyak sawit sebesar 81,61 juta MT.
Untuk itu guna meningkatkan produktivitas dan produksi CPO, kebun sawit rakyat diperlukan peremajaan seluas 2,8 juta hektar. Sedangkan realisasi peremajaan sawit rakyat dari tahun 2016-2023, hanya terealisasi sebesar 316 ribu hektar.
"Apabila kebun sawit rakyat tidak dilakukan peremajaan, maka mulai tahun 2025 akan terjadi penurunan produksi hingga di tahun 2045 yang diproyeksikan produksi CPO sebesar 44,34 juta MT dengan produktivitas sebesar 3,1 MT/ha/tahun," katanya.
Sedangkan dengan asumsi peremajaan tiap tahun sebesar 120.000 hektar diproyeksikan produksi CPO akan di tahun 2045 sebesar 86,51 Juta MT, dengan produktivitas sebesar 6,1 MT/Ha/Tahun. Hal ini mendukung dalam pencapaian menuju sawit 2045, dan pemenuhan kebutuhan demand minyak sawit.
"Potensi PSR masih sangat tinggi yakni mencapai 2,8 juta hektar. Ini terbagi atas kebun petani plasma dan swadaya sebesar 2,27 juta hektar, plasma PIRBUN 0,14 juta hektar dan plasma PIR-TRNS/PIR-KKPA 0,37 juta hektar. Sementara realisasi hingga 2024 hanya 0,33 juta hektar. Artinya masih ada 2,5 juta hektar kebun kelapa sawit perlu diremajakan," pungkasnya.