"Sampai saat ini masalah kawasan hutan belum selesai di sini."
MINIMNYA pengajuan bantuan sarana dan prasarana (Sarpras) kepada Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPFPJS) dari Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) karena sulitnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh para petani kelapa sawit.
Padahal, menurut Ketua DPW Aspek-PIR Kalteng, Yusroh Fataqin, Kalteng merupakan salah satu sentra kelapa sawit di Indonesia. Namun pengajuan program Sarpras ke BPDPKS justru minim.
"Sebenarnya kita mau ngajukan. Cuma susah persyaratan untuk mencairkan dana program itu. Nah, gara-gara itu petani kelapa sawit enggan mengajukan program tersebut," kata Yusroh, Jumat (21/6).
Disamping itu, lanjutnya, sosialisasi dari pemerintah kabupaten maupun provinsi juga masih kurang. Tentu petani yang berada di pelosok pedesaan tidak mengerti bagaimana cara mendapatkan dana hibah tersebut.
Belum lagi, kata Yusroh, banyak kebun kelapa sawit milik petani yang belakangan ini dinyatakan masuk dalam kawasan hutan. Meski lahan tersebut sudah bersertifikat.
"Nah, permasalahan itu juga menyulitkan petani. Padahal lahan petani sudah bersertifikat tapi masih dinyatakan masuk kawasan hutan. Jadi gara-gara itu petani juga tidak bisa mengajukan program itu," ujarnya.
Malah, lanjutnya, di Kabupaten Seruyan banyak kebun petani dinyatakan masuk dalam kawasan merah. Padahal kebun-kebun itu bersertifikat.
"Sampai saat ini masalah kawasan hutan belum selesai di sini. Enggak tahu kapan BPN atau pemerintah turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut," jelasnya.
Minimnya pengajuan program Sarpras ini juga berpengaruh terhadap capaian target Pemprov Kalteng. Malah tahun ini DKPP Kabupaten Seruyan dinonaktifkan dalam pengusulan bantuan Sarpras karena dua tahun berturut turut tidak ada pengajuan program tersebut.