Petani diharapkan dapat membentuk kelembagaan.
APAKAH keberadaan pabrik kelapa sawit komersil atau yang lebih akrab disapa dengan PKS tanpa kebun hanya memiliki sisi yang kurang baik saja, terutama bagi petani?
Ternyata tidak demikian. Misalnya saja di Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Sejak hadirnya PKS komersil petani mandiri yang ada di dua wilayah itu justru menikmati harga lebih tinggi ketimbang sebelumnya.
"Petani menikmati harga yang tinggi lantaran bisa langsung menjual hasil kebunnya ke PKS Komersil tadi. Artinya tidak lagi tertekan dengan harga toke atau ramp seperti sebelumnya," ujar Dermawan Harry Oetomo, petani yang juga pengurus DPP Apkasindo, Rabu (26/6).
Kata Dermawan, selain terbantu karena harga lebih tinggi dari toke atau ramp, petani juga tidak was was dengan penyusutan Tandan Buah Segar (TBS) dalam mobil angkutan lantaran tidak terjadi antrian yang panjang dalam proses pengangkutan dan penjualan. Artinya antrian yang kadang memakan waktu hingga berhari-hari tidak lagi menjadi salah satu penekan harga hasil kebun petani.
"Sebelumnya tentu petani juga harus mengeluarkan biaya ekstra yang langsung dipotong oleh toke pengepul sawit. Sehingga harga jauh lebih rendah ketimbang harga yang ditawarkan PKS," bebebrnya.
Untuk saat ini, rata-rata petani menikmati harga sekitar Rp2.630 - Rp2 795/kg. Dimana harga ini ditawarkan langsung oleh PKS tanpa kebun yang berada di dua kabupaten di Jambi tersebut.
Kendati demikian, Dermawan tetap berharap petani dapat membentuk kelembagaan dan dapat mendesak revisi Permentan No.01/2018 agar ada pasal kemitraan. Sehingga setiap TBS yang dijual ke PKS komersial maupun PKS konvensional disesuaikan dengan harga mitra, dimana dikuatkan dengan surat perjanjian kemitraan antara petani dan PKS.
"Kemitraan menjadi kata kunci yang harus jadi skala prioritas perhatian semua pihak yang terkait dengan sawit," tandasnya.