"Defisit bulan Mei mencapai Rp 2,85 triliun."
DIREKTORAT Jenderal Perbendaharaan (DJPb) mencatat, hingga 31 Mei 2024, pendapatan negara di Provinsi Riau mencapai Rp 8,78 triliun.
Menurut Kepala Kanwil DJPb Riau, Heni Kartikawati, pendapatan tersebut mengalami penurunan sebesar 21,82 persen dibanding periode yang sama tahun 2023.
Sektor yang berperan paling besar terhadap turunnya penerimaan negara di Riau adalah perkebunan kelapa sawit.
"Penerimaan perpajakan mengalami kontraksi 23,03 persen dikarenakan penurunan realisasi pada hampir seluruh penerimaan perpajakan kecuali penerimaan cukai," ungkap Heni dalam keterangan resminya akhir pekan lalu.
"Penerimaan perpajakan di Riau bertumpu pada sektor sawit sehingga turunnya harga komoditas tersebut berdampak pada penurunan penerimaan perpajakan. Selain itu tingkat restitusi yang tinggi turut berdampak pada penurunan penerimaan perpajakan," sambungnya.
Dia menambahkan, realisasi PNBP tercatat tumbuh sebesar 1,95 persen. Ini disebabkan realisasi pendapatan badan layanan umum (BLU) yang tumbuh dibanding tahun lalu.
"Beberapa satker dengan pertumbuhan PNBP tertinggi adalah Universitas Riau, Balai Pengelola Transportasi Darat Riau, Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Kantor BPN Kuansing, dan Kantor BPN Pelalawan," kata dia.
Sementara itu, belanja negara di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp 11,63 triliun yang terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat Rp 3,42 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 8,21 triliun.
"Sehingga defisit bulan Mei mencapai Rp 2,85 triliun," ujarnya.
Heni juga menjelaskan, dukungan APBN kepada APBD melalui TKD meningkat sebesar 7,29% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Dana Bagi Hasil (DBH) telah terealisasi sebesar Rp 1,99 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) terealisasi sebesar Rp 4,07 triliun, DAK Fisik sebesar Rp 13,25 miliar, DAK Non Fisik sebesar Rp 1,37 triliun, Dana Insentif Fiskal sebesar Rp 3,65 miliar, dan Dana Desa sebesar Rp 760,4 miliar.