"Pembenahan kembali tata ruang harus dilakukan."
KETUA DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspek-PIR) Riau, H. Sutoyo, menyatakan sangat menyesalkan masuknya lahan transmigrasi ke dalam kawasan hutan.
"Sebab, lahan tersebut sudah dikelola puluhan tahun, bahkan sudah memiliki sertifikat dari pemerintah," kata Sutoyo
saat sosialisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR) di Pematang Reba, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau, Selasa (2/7).
Itu sebabnya, Sutoyo mendesak persoalan lahan bersertifikat hak milik dalam kawasan hutan harus diselesaikan terlebih dahulu jika pemerintah ingin realisasi PSR meningkat dan penyerapan dana BPDPKS lebih merata.
"Pembenahan kembali tata ruang harus dilakukan. Mulai dari tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten kalau memang pemerintah serius. Saya yakin apabila tata ruang dibenahi, tidak ada lagi kendala dalam pengajuan PSR," tukasnya.
Sebelumnya di forum yang sama, sejumlah pekebun yang menjadi peserta sosialisasi menyampaikan uneg-uneg seputar kendala pengajuan program PSR.
Keluhan yang paling banyak adalah soal zona merah alias kawasan hutan.
Beberapa pengurus KUD yang kebetulan mengelola kebun di eks lahan transmigrasi mengaku kelimpungan akibat status kawasan hutan.
"Beberapa kali mengurus pelepasan lahan ke KLHK supaya lahan transmigrasi bisa keluar dari kawasan hutan, tetapi sampai detik ini belum ada solusinya," ungkap salah seorang peserta sosialisasi.
Sosialisasi itu sendiri diselenggarakan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan (Distankan) Inhu, dimaksudkan untuk memperkenalkan program Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini.
Dihadiri pengurus 13 kelembagaan pekebun di daerah itu, narasumber yang hadir yakni Vera Virgianti, Kepala Bidang Produksi Disbun Riau; Daniel, perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Inhu; Suprapto selaku perwakilan dari Kuasa Pengelolaan Hutan (KPH) Indragiri.