"BPPBM Juni naik 119,98 atau 0,15 persen dibandingkan Mei."
SEJUMLAH faktor menjadi penghambat yang membuat tingkat kesejahteraan para petani kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tidak maksimal di tengah nilai tukar petani (NTP) perani Juni yang mengalami peningkatan.
Faktor-faktor itu bahkan membuat biaya operasional petani kelapa sawit di Sumut semakin bertambah, sehingga berpotensi menekan tingkat keuntungan petani sawit.
Sebelumnya diinformasikan, NTP Sumut Juni tercatat sebesar 133,22 atau nengalami kenaikan 0,83 persen dibandingkan dengan NTP Mei 2024, yang tercatat sebesar 132,12.
Menurut Ahli Statistik Utama BPS Sumut, Misfaruddin, kenaikkan NTP Sumut Juni 2024 disebabkan oleh naiknya NTP tiga subsektor, yaitu NTP subsektor tanaman pangan sebesar 0,32 persen, NTP subsektor hortikultura sebesar 2,78 persen.
"Dan tak ketinggalan pula NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat atau NTPR sebesar 1,06 persen, dibandingkan bulan Mei 2024 sebesar 100,23," tutur Misfaruddin menambahkan.
Kata Misfaruddin, sepanjang Juni 2024, para petani di Sumut, termasuk petani kelapa sawit, menghadapi kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan batang modal (BPPBM).
"BPPBM bulan Juni naik sebanyak 119,98 atau 0,15 persen dibandingkan bulan Mei sebelumnya," beber Misfaruddin kemudian.
Kenaikan BPPBM tersebut, ujarnya, disumbang oleh lima faktor, dan beberapa di antaranya pembiayaan dari subsektor kelapa sawit.
"Lima faktor itu adalah pengadaan bakalan sapi usia lebih 12 bulan, pakan jadi konsentrat, bibit kelapa sawit, upah pemanenan, dan upah membajak," kata Misfaruddin.
Nah, dari paparan Statistisi Ahli Utama BPS Sumut, Misfaruddin, tersebut dapat ditengarai faktor-faktor yang membuat biaya operasional petani sawit di Sumut meningkat.
Yaitu biaya pengadaan bibit kelapa sawit, upah pemanenan, dan upah membajak atau kalau di perkebunan sawit disebut dengan proses land clearing, termasuk tumbang chipping.
Perlu diketahui, bisnis produkai dan penangkaran bibit sawit yang legal dan berkualitas terus mengalami peningkatan seiring dilaksanakannya program peremajaan sawit rakyat (PSR) secara nasional sejak 2017 lalu.
Hal ini juga, disadari atau tidak, mendorong kesadaran petani sawit swadaya, termasuk di Provinsi Sumut, untuk melakukan peremajaan dan pembelian bibit sawit.
Kemudian, upah pemanenan para pekerja borongan di kebun sawit petani juga meningkat seiring dengan kenaikan harga tandan buah segar (TBS) beberapa waktu terakhir ini.
Kenaikan harga pembelian TBS petani di tingkat buyer tersebut ditopang oleh kenaikan harga jual minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), baik di pasar domestik maupun internasional.
Terakhir, upah membajak atau proses land cearing meningkat seriing gencarnya dilaksanakan program PSR yang juga mampu mendorong proses peremajaan secara mandiri di tingkat petani swadaya yang tak terjangkau program PSR.
Biaya land clearing juga kemungkinan terjadi di tingkat petani sawit yang membuka kebun baru.