"Kita lihat rata-rata itu jenis tenera, hanya sedikit yang dura."
USAI melakukan kunjungan ke salah satu pabrik kelapa sawit (PKS) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Kawali Tarigan, anggota Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau, mengungkapkan fakta mengejutkan.
Kunjungan bersama tim penetapan harga TBS Riau itu dimaksudkan untuk memastikan apakah data yang dilaporkan perusahaan pada rapat penetapan harga TBS yang dilaksanakan saban hari Selasa tiap pekan adalah data sebenarnya, bukan manipulasi.
Kawali lantas menceritakan hasil kunjungan itu kepada Ketua Umum DPP Apkasindo, Dr Gulat ME Manurung. Video perbincangan keduanya saat ini sudah beredar ke mana-mana.
Pada perbincangan itu Kawali mengatakan, selama ini rapat penetapan harga TBS sawit selalu diwarnai dengan tensi tinggi, khususnya saat penetapan Indeks K.
"Setiap rapat, selalu ada kerancuan masalah rendemen sawit petani. Yang dilaporkan perusahaan selalu dikategorikan rendah," katanya.
"Rendemen ini sangat penting dalam penetapan harga TBS sawit. Karena rendemen merupakan salah satu faktor pengali untuk Indeks K," sambungnya.
Akibat perbedaan pendapat yang tajam antara pihak perusahaan dan petani, tim penetapan harga TBS pun memutuskan untuk melakukan kunjungan langsung ke PKS.
"Kita berinisiatif untuk kunjungan ke lapangan ke salah satu pabrik di Indragiri Hulu. Pasokan TBS ke pabrik itu 60 persen dari inti, 40 persennya plasma dan swadaya," jelasnya.
Dalam kunjungan itu, lanjut Kawali, tim langsung mendatangi loading ramp PKS tersebut dan mengambil sejumlah sampel biji sawit yang tengah diolah.
"Kita lihat rata-rata itu jenis tenera, hanya sedikit yang dura," ungkapnya.
Yang mengejutkan, ternyata rendemen sawit yang diolah oleh PKS tersebut selalu berada di atas 20 persen. Ini berbeda dengan data yang dilaporkan perusahaan itu saat rapat penetapan harga TBS di Dinas Perkebunan Riau.
"Lalu kita tanya ke pihak pabrik, dan ternyata rata-rata rendemennya di atas 20 persen. Tapi saat rapat TBS, mereka selalu menyampaikan kalau rendemennya 18 persen," bebernya.
Menanggapi temuan itu, Gulat menilai tindakan perusahaan merupakan pelanggaran pidana.
"Ini penipuan. Makanya, Program Jaga Zapin yang diinisiasi Kajati Riau yang dulu, Bapak Supardi dan dilanjutkan dengan pejabat baru Pak Abbas sangat penting untuk memastikan agar tidak ada lagi yang tipu-tipu," tandas Gulat.