“Penting mengadopsi praktik terbaik dalam rekruitmen, promosi, dan pengembangan karir."
KEPALA Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Kantor Wilayah (Kanwil) Sumatera Utara (Sumut) Syaiful punya pandangan tersendiri mengenai isu dan kebijakan persamaan atau pun pengarusutamaan gender (PUG) di lingkungan industri perkebunan kelapa sawit.
“Pengarusutamaan gender bukanlah sekadar tentang kesetaraan numerik atau jumlah antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai posisi, namun lebih dari itu," ujar Syaiful di kota Medan, kemarin.
Hal itu ia ungkapkan saat menjadi membuka acara sekaligus menjadi pembicara kunci dalam seminar bertajuk "Perlindungan Pekerja Perempuan di Perkebunan Kelapa Sawit dalam Rangka Pengarusutamaan Gender".
Kegiatan itu, seperti dikutip dari laman resmi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Sabtu (6/7), dihadiri oleh banyak pihak terkait.
Seperti Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana sekaligis Pelaksana Tugas (PlT) Direktur Kemitraan BPDPKS, Kabul Wijayanto, yang juga berpidato dalam acara tersebut.
Lalu hadir pula Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Kadis Naker) Sumut M Ismael Parenus Sinaga, Timbas Prasad Ginting selaku Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumut.
Rachel Pandia selaku Direktur PT Amal Tani, pengamat perlindungan pekerja perempuan Prof Ir T Sabrina M.Agr Sc PhD..
Seminar itu juga menghadirkan Asih Damayanti Sudarmo selaku Wakil Sekretaris Bidang Hukum dan Pembelaan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Syaiful lalu mengungkapkan alasannya. Kata dia, pengarusutaman gender adalah juga tentang bagaimana menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
"Serta mendukung pengembangan potensi penuh dari setiap individu, termasuk di industri sawit, tanpa ada yang terpinggirkan," kata Syaiful menambahkan.
Ia tidak sekadar beretorika, apalagi pihak DJPb Sumut telah mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai kelompok gender, dalam hal ini data menjadi kunci.
“Penting juga untuk mengadopsi praktik terbaik dalam rekruitmen, promosi, dan pengembangan karir," tuturnya lebih lanjut.
Dengan demikian, sambing Syaiful, semua pihak harus memastikan bahwa proses seleksi tidak didasarkan pada stereotip gender.
"Tetapi pada kompetensi, prestasi, dan potensi yang sebenarnya dimiliki oleh pekerja tersebut,” ucap Syaiful menegaskan.
Dirinya berharap melalui seminar itu dapat memberikan pengetahuan terkait prinsip-prinsip ketenagakerjaan internasional dan peraturan nasional tentang perlindungan pekerja perempuan.
"Sehingga dapat dikembangkan menjadi kebijakan dan kegiatan-kegiatan praktis untuk meningkatkan perlindungan pekerja perempuan di tempat kerja," Syaiful menegaskan.
Sekadat tambahan informasi, BPDPKS sendiri mengadakan seminar itu karena melihat perkembangan industri perkebunan kelapa sawit nasional tidak terlepas dari keterlibatan perempuan sebagai salah satu bagian penting dalam proses di sektor hulu maupun hilir.
Namun demikian, masih banyak isu-isu utama terkait hak-hak pekerja perempuan yang bernarasi negatif dan dituding merugikan tenaga kerja perempuan.
Mencermati kondisi tersebut maka BPDPKS menganggap perlu untuk menyosialisasikan dan meningkatkan pengetahuan tentang perlindungan pekerja perempuan.