https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Ragam

Setuju, tapi Harus Diikuti dengan Perubahan Regulasi

Setuju, tapi Harus Diikuti dengan Perubahan Regulasi

Ilustrasi petani kakao. Foto: nusabali.con

"Kalau lahan dialihfungsikan semuanya ke sawit, bisa bahaya untuk over produksi."

SERIKAT Petani Kelapa Sawit (SPKS) menilai penambahan tugas Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mengurusi kakao dan kelapa harus disertai dengan mengubah regulasi yang ada.

"Regulasi yang paling utama adalah PP dan Inpres yang mengatur tentang Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)," kata Dewan Nasional SPKS, Mansuetus Darto, Kamis (11/7).

Darto mengatakan itu saat diminta tanggapannya terkait rencana pemerintah yang akan menambah satu divisi di Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mengurusi komoditas kakao dan kelapa. Artinya tugas BPDPKS akan bertambah, tidak hanya fokus pada komoditi sawit, namun juga kakao dan kelapa.

Darto mengaku setuju dengan konsep penambahan tugas BPDPKS. Sebab menurutnya dapat juga membiayai komoditas lain seperti coklat, kelapa dan kakao atau komoditas lainnya, agar tidak hanya sawit saja yang diperhatikan tapi juga komoditas unggulan lainnya.

"Selama ini, sawit selalu didukung dan berkembang pesat sedangkan komoditas lain tertinggal. Kemudian manfaatnya menambah pilihan budidaya yang dapat dipilih masyarakat. Artinya tidak hanya sawit tetapi juga komoditas lain," ujarnya.

Selama ini, kata Darto, banyak masyarakat membuka perkebunan sawit karena komoditas ini ditunjang teknologi dan biaya dan penguatan SDM. Sementara komoditas lain tidak.

"Akhirnya orang ramai-ramai buka lahan sawit. Jika ada dukungan untuk komoditas lain, tentu masyarakat punya alternatif. Termasuk petani sawit juga bisa mengembangkan komoditas tambahan sebagai pilihan lain biar tidak sawit saja dikelola tapi juga ada yang lain. Kemudian saat harga sawit turun, bisa dibantu dengan komoditas lain," ujarnya.

Kendati begitu, menurut Darto, pemerintah perlu mengatur pungutan eskpor untuk komoditas kakao dan kelapa, sehingga tidak terbebani dana pungutan ekspor sawit. Meski pajak pungutan ekspor kelapa sawit lebih besar.

"Pada dasarnya, pengusaha coklat (kakao) dan kelapa tentu akan senang kalau dibiayai dari pungutan sawit. Tapi petani sawit pasti akan marah. Karena itu harus adil," terangnya.

Untuk itu Darto menilai penggabungan komoditi kakao dan kelapa di BPDPKS lebih tepat ketimbang menghadirkan badan baru. Sebab akan lebih efisien.

Apalagi, tidak semua kabupaten di Indonesia menjadi penghasil kelapa atau kakao. 

Dengan adanya divisi khsusus yang mengatur, maka akan membuat komoditas tersebut terurus dengan baik dan tidak dialih fungsikan ke sawit semuanya.

"Kalau lahan dialihfungsikan semuanya ke sawit, tentu bisa bahaya untuk over produksi ke depan. Ketahanan pangan petani sawit perlu juga menurut saya. Misalnya replanting, kalau misalnya petani punya lahan kebun sawit 4-7 hektar, dan mereka hanya mau replanting 2-4 hektar, sisa lahan digunakan untuk komoditas lain. Ini sangat bagus. Makanya perlu ada strategi di pemerintah terutama di komite pengarah," tandasnya.

Ihwal BPDPKS akan juga mengurus komoditas kakao dan kelapa disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) usai Rapat Terbatas (Ratas) mengenai komoditas cokelat dan kelapa bersama Presiden Jomowi di Istana Negara, Rabu (10/7).

Zulhas mengatakan, pihaknya telah mengusulkan pembentukan badan sendiri yang fokus mengurusi kakao dan kelapa. Namun usulan itu ditolak Presiden Jokowi dan digabungkan dengan BPDPKS.

"Diusulkan membuat badan. Tapi tadi diputuskan badannya digabung dengan BPDPKS. Digabung di situ ditambah satu divisi itu kakao dan kelapa, untuk subsidi silang, paling kurang untuk pengembangan bibitnya. Mungkin nanti ada risetnya, tapi itu digabungkan ke BPDPKS. Sawit, kakao, kelapa kan mirip-mirip," terangnya kepada awak media.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS