"Bukan tidak boleh, boleh, tapi momennya belum tepat."
ASOSIASI Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh menilai rencana Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) juga mengurus kelapa dan kakao belum tepat jika diterapkan dalam waktu dekat ini.
"Hal ini lantaran belum semua petani kelapa sawit merasakan manfaat program yang dihadirkan oleh BPDPKS,"
ujar Sektretaris Apkasindo Aceh, Fadhli Ali, Jumat (12/7).
Fadhli mengatakan itu saat diminta tanggapannya terkait rencana pemerintah yang akan menambah satu divisi di Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mengurusi komoditas kakao dan kelapa. Artinya tugas BPDPKS akan bertambah, tidak hanya fokus pada komoditi sawit, namun juga kakao dan kelapa.
Menurut Fadhli, petani kelapa sawit masih sangat ramai yang belum tersentuh program yang dibiayai dari pungutan ekspor CPO dan turunannya yang dikelola BPDPKS.
"Apalagi produktifitas kelapa sawit rakyat hari ini masih sangat rendah, hal ini terkait dengan masih terbatasnya sarana dan prasarana, serta SDM petani yang masih lemah, dan kelembagaan petani juga belum kuat," ujarnya.
Ditegaskannya, rencana penambahan tugas BPDPKS itu belum tepat waktunya jika diterapkan saat ini. Terlebih jika dana yang berasal dari kelapa sawit justru ikut digelontorkan untuk kakao dan kelapa.
Fadhli merinci kebutuhan sarpras meliputi pupuk, drainase, box culvert, jalan akses ke kebun masih harus menjadi prioritas dalam program dari dana BPDPKS di provinsi dan kabupaten sentra sawit di Indonesia.
Seperti di wilayahnya Aceh produktivitas kelapa sawit rakyat masih sangat rendah. Bahkan masih di bawah rata-rata produktivitas nasional.
"Rata-rata produktivitas sawit rakyat di Aceh 2,838 ton CPO/tahun sementara rnasional 3,745 ton CPO/tahun. Sementara best practice (praktik terbaik) pengelolaan kebun sawit perkebunan besar ada di Aceh, bisa menghasilkan lebih dari 6 ton CPO/tahun. Tapi produktivitas sawit rakyat masih sangat rendah. Mengapa? Karena dukungan sarpras dan SDM petani masih lemah. Untuk memperkuat itu semua butuh dukungan besar dari BPDPKS," paparnya.
Artinya petani kelapa sawit masih sangat membutuhkan dukungan dari BPDPKS. Dari hitungannya, sejauh ini di Aceh baru sekitar 4 kegiatan Sarpras yang di dukung BPDPKS yang sudah berjalan dari 15 usulan. Yang lain masih menunggu.
"Realisasi program sarpras untuk perani kelapa sawit masih sangat minim. Dalam situasi seperti itu BPDPKS justru mendapat tambahan tugas baru yang memanfaatkan dana yang bersumber dari kelapa sawit. Sementara petani sawit selama ini menerima harga lebih murah dari seharusnya Rp 285/Kg karena ada pungutan ekspor," imbuhnya
Jadi, sambungnya lagi, uang yang di kelola BPDPKS itu uang dari kelapa sawit, untuk itu menurutnya mau tak mau pemerintah harus meminta izin kepada seluruh pelaku di perkebunan sawit sebelum menggunakan dana itu untuk komoditi lain.
"Bukan tidak boleh, boleh saja. Tapi momennya belum tepat, petani sawit masih belum benar-benar terurus dari dana pengutan ekspor sawit. Kok malah dari dana perkelapasawitan diperuntukkan buat ngurus yang lain lagi," cetusnya.
"Harapan kami petani Mendag jangan mencampuri hal yang bukan urusannya di BPDPKS. Kami khawatir gagasan mendompleng, nyantel program kelapa dan kakao pada BPDPKS usulan atau masukan pak Mendag pada presiden. Kami meyakini presiden nanti tidak akan menyetujui atau membatalkan rencana menambah beban BPDPKS. Ini bukan gagasan yang bagus, stakeholder sawit yang lain dan khususnya petani sawit masih terengah-engah mengurus PSR dan Sarpras yang nyelimet bagi petani," sambungnya.
Menurut Fadhli sebaiknya Mendag fokus mengurus urusan teriakan ibu-ibu sehubungan dengan mulai langka minyak goreng dan rencana kenaikan harga Minyak Kita.
Kendati begitu, Apkasindo sangat setuju dengan rencana pemerintah untuk memberi perhatian lebih baik terhadap urusan kelapa dan kakao. Tapi seharusnya usik dulu kepentingan petani kelapa sawit.
"Masih banyak sekali diantara kami yang belum tersentuh program BPDPKS. Produktivitas sawit petani yang selama ini rendah belum terdongkrak naik. Petani sawit belum terima bantuan pupuk, jalan akses dan drainase yang layak," tandasnya.
Ihwal BPDPKS akan juga mengurus komoditas kakao dan kelapa disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) usai Rapat Terbatas (Ratas) mengenai komoditas cokelat dan kelapa bersama Presiden Jomowi di Istana Negara, Rabu (10/7).
Zulhas mengatakan, pihaknya telah mengusulkan pembentukan badan sendiri yang fokus mengurusi kakao dan kelapa. Namun usulan itu ditolak Presiden Jokowi dan digabungkan dengan BPDPKS.
"Diusulkan membuat badan. Tapi tadi diputuskan badannya digabung dengan BPDPKS. Digabung di situ ditambah satu divisi itu kakao dan kelapa, untuk subsidi silang, paling kurang untuk pengembangan bibitnya. Mungkin nanti ada risetnya, tapi itu digabungkan ke BPDPKS. Sawit, kakao, kelapa kan mirip-mirip," terangnya kepada awak media.