https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Inovasi

Sekjen CPOPC: Kebijakan Biodiesel Program Inovatif untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sekjen CPOPC: Kebijakan Biodiesel Program Inovatif untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sekjen CPOPC Rizal Affandi Lukman menyampaikan peran penting minyak sawit bagi dunia dalam sidang di markas OBB di New Yorks, AS, kemarin. (Foto: dok. CPOPC)

"Minyak kelapa sawit satu-satunya minyak nabati dengan persyaratan sertifikasi yang paling ketat."

SEKRETARIS Jenderal Dewan Negara-negara Penghasil Minyak Sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Rizal Affandi Lukman, mengatakan kebijakan biodiesel adalah program inovatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Dan memastikan keberlanjutan lingkungan melalui penggunaan minyak sawit di dalam negeri," ujar Rizal

saat berbicara dalam Forum Politik Tingkat Tinggi atau High Level Political Forum (HLPF) tentang Pembangunan Berkelanjutan yang berlangsung di New Yorks, Amerika Serikat (AS), Rabu (10/7).

Rizal menyebutkan topik pertemuan HLPF di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu adalah "Tujuan Pembangunam Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) 13 dan Keterkaitannya dengan SDGs Lainnya - Aksi Iklim".

Dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (12/7) malam, Rizal menyebutkan sejumlah pesan penting dalam berbagi strategi percepatan aksi menuju implementasi SDG 13.

Khususnya, kata Rizal, dari perspektif negara-negara penghasil minyak sawit, dengan menekankan kontribusi biodiesel.

Lalu, untuk kebijakan biodiesel berkontribusi pada pencapaian SDG 13 dan diperlukan lebih banyak investasi di sektor tertentu yang mendukung pertanian berkelanjutan.

"Sebagai Sekjen CPOPC, saya mewakili suara lebih dari 20 juta pekerja minyak sawit di Indonesia, Malaysia, dan Honduras," kata dia.

"Termasuk 3 juta petani kecil, dan mewakili lebih dari 82 persen negara penghasil minyak sawit global," kata dia menambahkan dalam sidang tersebut.

Untuk mencapai SDG 13, ia mengatakan negara-negara penghasil kelapa sawit merasa wajib memberikan kontribusi dalam mempromosikan tindakan iklim melalui kebijakan inovatif, seperti produksi biodiesel.

"Biodiesel berbasis minyak sawit dapat berkontribusi pada SDG 13 dengan menawarkan alternatif energi terbarukan yang berpotensi mengurangi emisi karbon secara keseluruhan, terutama di sektor transportasi," ujarnya.

Di Indonesia, kata Rizal, implementasi biodiesel mewakili bagian signifikan dalam realisasi energi terbarukan sebesar 14 juta kiloliter (KL). 

"Pemerintah Indonesia juga terus meningkatkan program biodiesel wajibnya, dari B30 pada tahun 2020 menjadi B40 pada tahun 2024," ucap Rizal.

Program ini, katanya, tidak hanya berdampak positif pada pendapatan devisa Indonesia yang mencapai USD 10,7 miliar pada tahun 2023.

"Melainkan juga menciptakan lebih dari 1,1 juta pekerjaan di pertanian dan 12 ribu pekerjaan di luar pertanian, mengurangi sebanyak 34,9 juta ton CO2 melalui inisiatif B35 pada tahun 2023," kata Rizal.

Dengan demikian, katanya, kelapa sawit tidak hanya berkontribusi pada Tujuan SDGs13, tetapi juga pada pengurangan kemiskinan sebagaimana dinyatakan dalam Tujuan nomor 1.

"Serta menciptakan pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi yang diatur oleh Tujuan nomor 8," beber Rizal kembali.

Di samping itu, Rizal juga mengatakan jika biodiesel minyak sawit juga terbukti secara ilmiah efisien dalam hal hasil per hektar (Ha) yang digunakan per kilometer.

Kepada para peserta, Rizal mengungkapkan jika minyak sawit menghasilkan 6.000 liter biodiesel per Ha dan dapat digunakan untuk mengemudikan mobil sekitar 109.000 kilometer (Km).

Minyak kelapa sawit, kata Rizal lagi, adalah satu-satunya minyak nabati dengan persyaratan sertifikasi yang paling ketat.

"Di Malaysia, minyak sawit adalah industri yang sangat diatur dengan lebih dari 50 peraturan dan undang-undang yang harus diikuti, dengan MSPO di atasnya," beber Rizal.

Di Indonesia sendiri, kelapa sawit ada di bawah ISPO, sebuah sertifikasi yang menjadi wajib bagi semua jenis perkebunan.

"Pembaruan terbaru pada MSPO dan ISPO bahkan menerapkan prinsip transparansi," katanya.

"Dengan demikian, melalui forum terhormat ini, pertama-tama, kami mengajak setiap negara dan perusahaan untuk melihat kemajuan yang dicapai oleh Indonesia, Malaysia, dan produsen minyak sawit lainnya di seluruh dunia," tuturnya.

"Termasuk dalam menjunjung standar keberlanjutan dan mempromosikan kebijakan inovatif untuk mencapai SDGs," kata Rizal melanjutkan.

Kedua, Rizal berpendapat bahwa kelapa sawit adalah industri global yang bernilai lebih dari USD 50 miliar setiap tahun. 

Oleh karena itu, pihaknya selaku negara menekankan perlunya berkolaborasi daripada menyalahkan komoditas pertanian tertentu pada isu degradasi lingkungan.

Ketiga, CPOPC menekankan pentingnya investasi dalam mendukung penelitian dan pengembangan atau research and development (litbang atau R&D).

"Serta aplikasi teknologi untuk produksi minyak sawit rendah emisi dan pengembangan ekonomi sirkular minyak sawit," tegas Sekretaris CPOPC, Rizal Afanfi Lukman.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS