"Minyak CPO sawit Bomberay digunakan dalam berbagai industri."
OPERASIONAL pabrik kelapa sawit (PKS) milik PT Rimbun Sawit Papua (RSP) di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat (Pabar), yang dimulai pertengahan Januari lalu dihadapkan pada suatu kendala tersendiri.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Kabupaten Fakfak, Widhi Asmoro Jati, lokasi pemuatan tidak efesien karena berada pada muara sungai yang relatif dangkal, akibat sedimentasi sehingga harus menggunakan sistem estafet atau langsir.
Pabrik kelapa sawit yang berlokasi di Simpang (Sp.) 6 Kampung Bumi Moro Indah, Distrik Bomberay, ini berhasil memproduksi 5.100.000 metrik ton (MT) CPO.
Seperti dikutip dari laman RRI, Senin (15/7), pabrik pengolahan sawit milik PT RSP tersebut baru diresmikan pada pertengahan Januari 2024 yang lalu.
Menurut Widhi Asmoro Jati, PT RSP telah mengirimkan CPO yang diproduksi tersebut ke dua daerah di provinsi yang berbeda.
"Yaitu dikirim ke Pulau Bitung, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), dan juga dikirim ke kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur (Jatim), melalui pelabuhan pemuatan yang berada di Kampung Tesha, Distrik Bomberay," ucapnya.
“Dengan hasil yang telah dicapai PT. RSP, telah memberikan sumbangsih dana bagi hasil (DBH) sawit ke Kabupaten Fakfak sejak tahun 2023 dan 2024, masing-masing sebesar Rp 1 miliar,” ujar Widhi menambahkan.
CPO yang dikirim dari Bonberay ke Bitung dan Surabaya tersebut, kata dia, digunakan untuk kepentingan berbagai jenis industri, termasuk industri berbasis pangan, kosmetik, dan energi.
"Minyak CPO sawit Bomberay digunakan dalam berbagai industri, termasuk pangan, kosmetik, dan energi. Ini adalah bahan baku penting dalam produksi berbagai produk seperti margarin, sabun, deterjen, dan biodiesel,” jelasnya