Permintaan CPO mengalami penurunan, sementara produksi CPO diperkirakan mengalami peningkatan.
REALISASI penerimaan pajak di Provinsi Bengkulu hingga akhir Februari 2024 lalu tercatat mencapai Rp 134 miliar, dari target sebesar Rp 2,9 triliun.
Namun, penerimaan tersebut mengalami kontraksi sebesar -26,33% dibandingkan dengan Januari 2024. Hal tersebut dipicu oleh rendahnya produksi komoditas sawit.
Menurut Kepala Kantor Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Bengkulu, Bayu Andy Prasetya, penerimaan pajak di Bengkulu mengalami kontraksi karena disebabkan oleh rendahnya produksi komoditas sawit.
Hal itu, menurut Bayu, disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk musim trek, tingginya harga pupuk akibat perang Rusia-Ukraina, dan dampak fenomena El Nino.
"Penerimaan pajak mengalami kontraksi karena rendahnya produksi kelapa sawit, kami perkirakan kontraksi ini diperkirakan masih akan berlangsung sampai dengan bulan April," ungkap Bayu, Minggu (10/3).
Selain akibat rendahnya produksi kelapa sawit, tekanan harga Crude Palm Oil (CPO) juga turut mempengaruhi penerimaan pajak. Hal itu disebabkan pasar kedelai di Amerika Serikat yang telah memulai panen sejak akhir Triwulan III 2023.
"Selain itu, minyak bunga matahari juga menjadi pesaing CPO di Pasar Eropa karena harganya yang lebih terjangkau, sehingga menekan harga CPO," tambah Bayu.
Bayu mengaku, penurunan permintaan CPO dari India, Tiongkok, dan Uni Eropa pada akhir tahun lalu masih berlanjut. Sehingga menyebabkan penerimaan pajak di Bengkulu pada tahun ini ikut terpengaruh.
"Permintaan CPO mengalami penurunan, sementara produksi CPO diperkirakan mengalami peningkatan, hal itu tentu mempengaruhi penerimaan pajak di Bengkulu," ujar Bayu.
Dengan kondisi ini, Bayu menekankan perlunya langkah-langkah strategis dalam mengatasi kontraksi penerimaan pajak tersebut. Salah satunya dengan meningkatkan produksi dan kualitas komoditas unggulan Bengkulu.
"Perlu langkah-langkah strategis dalam mengatasi kontraksi penerimaan pajak di Bengkulu seperti meningkatkan produksi dan kualitas komoditas unggulan," pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Universitas Dehasen Bengkulu Dr Ansori Tawakal SE MM mengatakan, agar penerimaan pajak di Bengkulu bisa meningkat dibutuhkan dorongan kepada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Bengkulu untuk melakukan hilirisasi. Sebab hilirisasi akan meningkatkan nilai tambah suatu produk.
"Ketika nilai tambah produk kelapa sawit naik, maka otomatis penerimaan pajak juga naik, makanya kita terus dorong agar PKS melakukan hilirisasi di Bengkulu," pungkasnya.