https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Ragam

'Petaka' itu Berawal dari Bibit Abal-abal

Petani sawit di Bengkulu Tengah. Foto: Dok. Elaeis  

Dampaknya baru terasa ketika tanaman telah berusia di atas 5 tahun.

KETIKA harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sedang tinggi, sementara angka produksi malah cenderung terus turun, realitas inilah yang dialami oleh sejumlah petani kelapa sawit di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu.

Maka, pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah kenapa angka produks TBS kelapa sawit di daerah tersebut terus mengalami penurunan?

Ternyata, berdasarkan pengakuan dari para petani di daerah ini, penurunan tersebut disebabkan oleh bibit sawit abal-abal. 

Roni Safaringga, petani kelapa sawit di Desa Batu Raja, Kecamatan Pondok Kubang, Kabupaten Bengkulu Tengah, mengatakan, penyebab penurunan produksi TBS kelapa sawit di Kabupaten Bengkulu Tengah karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang bibit kelapa sawit unggul.

Di mana mereka rata-rata menanam kelapa sawit dari bibit hasil semaian sendiri atau bibit abal-abal. "Kalau bibitnya saja abal-abal, bagaimana mau hasil yang maksimal," kata Roni, Jumat (15/3).

Roni menyebutkan, petani di daerah ini menggunakan bibit sawit abal-abal disebabkan harga bibit unggul yang terbilang cukup mahal mencapai Rp 60 ribu per batang.

Selain itu, kurangnya sosialisasi dari dinas pertanian setempat membuat petani tidak paham perbedaan perbedaan bibit unggul dan abal-abal.

"Karena kedua hal itu membuat penggunaan bibit abal-abal semakin umum digunakan di kalangan petani. Dampaknya baru terasa ketika tanaman telah berusia di atas 5 tahun, di mana harapan produksi TBS kelapa sawit pun pupus," ujar Roni.

Roni berharap, Pemerintah Daerah Kabupaten maupun Provinsi Bengkulu dapat menyediakan bibit kelapa sawit unggul gratis kepada para petani.

Baginya, tanpa bibit yang berkualitas, produktivitas tanaman kelapa sawit akan terus rendah. "Kalau bisa setiap petani sawit diberi bantuan bibit sawit unggul gratis, karena kalau tidak diberi maka produktivitas tanaman kelapa sawit akan terus rendah," imbuh Roni.

Pemikiran serupa juga disuarakan oleh Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Bengkulu, A Jakfar. Dirinya mendesak agar pemerintah memberikan perhatian serius terhadap masalah ini. 

"Kami minta pemerintah memberikan perhatian serius ke petani kalau ingin produktivitas kelapa sawit meningkat, jangan sampai ini malah merugikan petani serta mengganggu ekonomi daerah," tutur Jakfar.

Jakfar mengaku, tak hanya bibit yang menjadi sorotan, namun juga pupuk. Pemerintah Daerah harus memberikan bantuan pupuk subsidi kepada petani sawit.

Pasalnya, harga pupuk non-subsidi kini tak terjangkau bagi petani, seiring dengan menurunnya produksi TBS kelapa sawit.

"Tidak hanya bibit sawit unggul, pupuk subsidi juga harus diberikan ke petani sawit, karena harga pupuk non subsidi mahal, sementara penghasilan dari kebun terus menurun seiring produksi yang ikut turun," tambah Jakfar.

Dalam merespons hal ini, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah, Endang Sumantri mengatakan, Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Tengah telah menggelar rapat koordinasi dengan berbagai pihak terkait.

Mereka berkomitmen untuk mencari solusi terbaik guna mengatasi masalah yang tengah melanda sektor pertanian, khususnya kelapa sawit.

"Kami terus mencari solusi terbaik guna mengatasi masalah yang tengah melanda sektor pertanian, khususnya kelapa sawit di Kabupaten Bengkulu Tengah," ujar Endang.

Dari hasil rapat tersebut, disepakati untuk meningkatkan penyuluhan kepada petani tentang pentingnya penggunaan bibit unggul serta cara pemupukan yang tepat.

Langkah-langkah konkret seperti penyediaan bibit unggul dengan harga terjangkau juga akan segera diimplementasikan.

"Diharapkan, langkah-langkah tersebut dapat memperbaiki situasi produksi TBS kelapa sawit di Kabupaten Bengkulu Tengah, serta memberikan dampak positif bagi kesejahteraan petani dan ekonomi daerah," pungkasnya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS