"Akhirnya perjuangan masyarakat terbayar."
SELAMA sekitar 22 tahun dalam ketidakpastian, diniscayakan bukan rangkaian perjalanan waktu yang menyenangkan. Tapi kondisi itu kini sudah berakhir.
Sedikitnya 313 petani kelapa sawit di Desa Rantau Bertuah, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Riau, saat ini sudah bisa bernapas lega. Pasalnya kebun yang digarap sejak 22 tahun silam sudah lepas dari kawasan hutan.
Kebun seluas 630 hektar milik petani itu mendapatkan SK pelepasan dari Menteri LHK tentang Penetapan Perubahan Batas Kawasan Hutan (SK Biru). SK biru bernomor 617 tahun 2024 memberi landasan hukum yang kuat bagi petani sawit kecil di Desa Rantau Bertuah.
Ketua Forum Masyarakat Dalam dan Sekitar Kawasan Hutan (FMDSKH) Riau, Anton Hidayat mengatakan legalitas kebun itu akan sangat membantu petani kelapa sawit di desa tersebut. Nantinya SK tersebut akan diserahkan di Jakarta pada rangkaian acara Festival Like 2 pekan ini.
"Akhirnya perjuangan masyarakat terbayar. Masyarakat telah memperjuangkan kebunnya itu sejak 2006 lalu. Namun pengajuan saat itu memang dihadapkan dengan sejumlah persoalan. Seperti tidak sesuai dengan mekanisme yang belum sesuai," katanya, Rabu (7/8).
Anton tidak menampik hasil kebun selama ini memang masih dinikmati petani, namun petani tidak leluasa lantaran dihantui status kebun yang masuk dalam kawasan hutan, dan belum dilengkapi legalitas yang sah.
Belum lagi, kebun masyarakat menjadi objek gugatan sejumlah LSM dan perusahaan.
"Artinya dengan SK Biru ini, nantinya legalitas kebun sudah sah milik petani. Sebab itu satu paket meski memang jalannya paralel," tuturnya.
Dalam pengelolaan kebun kata Anton, petani membentuk kelompok - kelompok petani kecil yang dinaungi Koperasi Sumber Rezeki. Sehingga hasil kebun diterima oleh perusahaan yang bermitra dengan koperasi tersebut.
Saat ini, umur tanaman dalam kebun itu bervariasi. Mulai dari 17 tahun hingga 22 tahun. Artinya masa produktif kebun juga tinggal hitungan jari dan sudah masuk dalam kategori layak diremajakan.
"Harapan kita tentu setelah SK Biru serta legalitas lahan di dapat petani, petani dapat menikmati program-program dari pemerintah. Seperti PSR, sarpras yang digawangi oleh BPDPKS," ujarnya.
Menurut Anton, kasus di Rantau Bertuah hanya secuil permasalahan lahan di Kabupaten Siak. Sebab menurut Anton hampir 60 persen kebun kelapa sawit masyarakat di Siak masuk dalam kawasan hutan.
"Desa Rantau Bertuah tak sejengkal pun masuk dalam kawasan hutan. Di desa in sekitar 3.000 jiwa orang yang tinggal. Ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Siak," ungkapnya.