"Kami minta berhentilah 'mengerjai' petani sawit dengan berbagai modus."
KETUA Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Dr Gulat ME Manurung, mengaku kecewa karena petani tidak dilibatkan dalam penggodokan dan pembahasan regulasi
baru soal ekspor produk turunan kelapa sawit.
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) betencana menerbitkan aturan baru ekspor produk turunan kelapa sawit.
"Kami sebagai salah satu stakeholder sawit tidak pernah diajak untuk berdiskusi. Sementara semua asosiasi pengusaha sawit informasinya diundang. Kenapa petani sawit tidak diajak bicara sama sekali? Padahal yang merasakan dampak dari regulasi tersebut salah satunya adalah petani sawit," katanya di sela acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Ombudsman, Kemen Perindustrian, BPDPKS, Kemenkeu, KLHK, dan Kementerian ATR/BPN, di Pekanbaru, Rabu (7/8).
Gulat mengaku akan segera berkirim surat ke Presiden Jokowi dan presiden terpilih Prabowo mengenai masalah ini. Dia akan sampaikan secara rinci perihal keberatan petani sawit atas rencana penerbitan Permendag tersebut yang dinilai akan merugikan perekonomian 17 juta petani sawit.
"Kami minta berhentilah 'mengerjai' petani sawit dengan berbagai modus. Mengapa saya katakan begitu? Contohnya pabrik kelapa sawit atau PKS asam tinggi yang akan dibebani dengan istilah domestic market obligation atau DMO dan lain-lain, justru akan menekan harga brondolan petani," kata dia.
Sebagai gambaran, saat ini dikenal ada tiga jenis PKS. Pertama, PKS konvensional atau pola Inti-Plasma yang didukung 450 ribu hektar kebun plasma. Kedua, PKS komersial yang beroperasi tanpa kebun sendiri namun dapat pasokan dari kebun sawit rakyat swadaya dengan luas mencapai 6,4 juta hektar. Ketiga, PKS Asam Tinggi atau yang khusus mengolah brondolan.
Gulat mempertanyakan rencana penerapan DMO terhadap produk asam tinggi yang notabene bukan diperuntukkan untuk produk konsumsi.
"Kami petani sawit sepakat jika dikenakan beban bea keluar dan levy (pungutan ekspor) yang lebih tinggi dari saat ini, bila perlu naikkan 100 persen. Tapi jangan bebani dengan DMO karena sama saja mematikan industri CPO asam tinggi ini," tegasnya.
"Pak Prabowo selaku presiden terpilih sangat membutuhkan CPO Asam Tinggi ini untuk mendukung program B40-B100, jadi sama saja juga rencana permendag tersebut akan berpotensi mengganggu renstra presiden terpilih," tambahnya.
Dia mengaku keberatan jika produk asam tinggi ini dikenakan DMO. Sebab, jika DMO tidak terpenuhi, maka persetujuan ekspor tidak terbit sehingga akan berimbas pada petani sawit karena nantinya PKS asam tinggi tidak lagi bisa beroperasi.
"Ingat, pabrik asam tinggi itu berhubungan erat dengan UMKM petani sawit kecil yang memasok brondolan TBS busuk akibat banyak faktor," tandasnya.
"PKS brondolan atau CPO asam tinggi telah membantu petani sawit kecil, khususnya yang swadaya, yang produksi TBS-nya tidak bisa masuk ke PKS konvensional dan PKS komersil karena dianggap sudah rusak atau busuk karena terlalu lama terendap di kebun akibat jarak yang cukup jauh. Lantas kalau PKS asam tinggi tutup, bagaimana nasib petani sawit kecil yang jauh dari PKS-PKS tadi?" sambungnya.
Gulat mengingatkan Kemendag untuk mengkaji kembali rencana tersebut. Ia menegaskan bahwa negara harus hadir untuk kepentingan semua pihak, termasuk petani sawit.
"Undang petani sawit dalam pembahasan peraturan ini. Kami juga stakeholder penting yang terlibat langsung dalam implementasinya nanti," pungkasnya.