"Dalam kurun waktu 5 tahun produksi stagnan, ini dikarenakan adanya larangan impor."
GABUNGAN Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai untuk menetapkan harga minyak sawit, setidaknya indonesia harus menguasai pasar hingga 50 persen.
Sejauh ini Indonesia yang menjadi produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, tapi masih belum mampu menetapkan harga minyak kelapa sawit di pasar internasional.
Menurut Ketua Umum GAPKI Eddy Martono, pangsa pasar minyak sawit dunia saat ini 33%, sedangkan 67% lainnya bersumber dari minyak nabati lainnya termasuk minyak biji bunga matahari.
“Kita produsen minyak sawit nomor 1 di dunia, ke-2 baru Malaysia. Pangsa pasar sawit nabati di dunia, kita terbesar yakni 33%, yang lain Malaysia, Amerika Latin dan Afrika, semua dibawah kita. Khusus minyak sawit kita lebih dari 50%, mungkin kita bisa mempengaruhi harga pasar Internasional, karena apapun yang kita lakukan pasti berpengaruh,” ujarnya, Rabu (28/8).
Eddy mengatakan, harga minyak nabati dari bunga matahari jauh lebih rendah ketimbang minyak nabati kelapa sawit. Sementara produksi minyak nabati bunga matahari itu jauh lebih kecil yakni 1 juta ton/hektar. Sedangkan kelapa sawit bisa mencapai 4 juta ton/tahun.
"Harga minyak sawit memang sempat tinggi pada tahun 2022 lalu, dimana dipengaruhi perang Rusia dengan Ukraina," bebernya.
Dari catatannya, ekspor sawit pada tahun 2021 mencapai 34,9 miliar dolar AS, tahun 2022 mencapai 37,7 miliar dolar AS. Namun pada tahun 2023 turun menjadi 29,54 miliar dolar AS, ini dikarenakan harga minyak sawit dunia yang juga menurun. Sedangkan hingga Mei 2024 sudah mencapai 9,78 miliar dolar AS.
"Dalam kurun waktu 5 tahun produksi stagnan, ini dikarenakan adanya larangan impor. Kemudian tidak ada peremajaan atau replanting sehingga memperlambat produktivitas dan membuat produksi jadi stagnan," imbuhnya.
Lanjutnya, pada tahun 2020 produksi sekitar 51,5 juta ton, tahun 2021 51,3 juta ton tahun 2022 sebesar 51,2 juta ton, tahun 2023 sebesar 54,8 juta ton dan hingga Mei 2024 22,1 juta ton.
Sedangkan konsumsi dalam negeri mencapai tahun 2020 sebanyak 17,3 juta ton, tahun 2021 sebanyak 18,4 juta ton, tahun 2022 sebanyak 21,1 juta ton tahun 2023 sebanyak 23,2 juta ton dan pada tahun 2024 hingga Mei mencapai 9,5 juta ton.