Di kampungnya Irja cuma pekerja serabutan, tapi setelah ikut transmigrasi, hidupnya berkecukupan.
Meski sudah tak lagi muda, Irja Idrus masih kelihatan gesit menyusun Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang baru saja dipanen dari kebunnya di kawasan Blok 3D di Desa sari Galuh Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau, Senin pekan lalu.
Kebun seluas 2 hektar itu sudah memasuki rotasi kedua sejak tiga tahun lalu, layaknya 800-an hektar lainnya yang juga telah menjalani peremajaan.
Ini terjadi lantaran tanaman-tanaman lama sudah tua, sudah berumur lebih dari 30 tahun sejak ditanam tahun ‘90an silam oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) V --- kini berubah nama menjadi Regional 3 PTPN IV --- sebagai perusahaan pembinanya.
Menariknya, duit untuk meremajakan kebun warga eks transmigrasi ini tidak melulu dari kocek sendiri, tapi dibantu oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Hanya saja, lantaran pengajuannya di tahun 2020, besaran bantuan yang diterima petani per hektar, masih di angka Rp25 juta.
“Alhamdulillah, meski umur tanaman baru 32 bulan, tapi hasilnya sudah lumayan. Berat Janjangan Rata-rata (BJR) sudah antara 5-6 kilogram. Sebulan panen ini, kami sudah bisa mendapatkan duit Rp400 juta dari semua luasan kebun PSR. Uang itu masih kami simpan di rekening KUD,” cerita lelaki 64 tahun ini saat berbincang dengan Elaeis Media Group sambil mengitari pepohonan kelapa sawit itu.
Irja hafal tentang angka-angka penghasilan dan luasan kebun yang diremajakan itu lantaran dia memang Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Mojopahit Jaya. Jabatan itu dipercayakan oleh para petani kepadanya sejak tahun 2016 lalu.
Jauh sebelum mengemban jabatan itu, ayah tiga anak ini sudah lama pula menjadi ketua Kelompok Budi Luhur, satu dari 32 kelompok total pemilik lahan di KUD itu. Dia menjabat persis sejak pembagian kebun dilakukan oleh pemerintah pada sekitar tahun 1993 silam.
Selain menjadi ketua kelompok, Irja juga ditugasi oleh asisten kebun menjadi mandor lepas untuk menangani perawatan kebun plasma.
“Saya bertanggungjawab mencari para pekerja. Biar pekerjaan lekas kelar, untuk satu blok yang luasnya rata-rata 40 hektar, saya masukkan tenaga 40-50 orang. Mereka adalah warga sekitar kebun,” terangnya.
Semua pekerja itu senang dengan Irja. Soalnya kalau pekerjaan lekas kelar, pasti dapat bonus. Nah, bonus ini tidak diembat sendiri oleh Irja, tapi separuhnya dibagikan rata juga kepada para pekerja itu. Sesuatu yang langka masa itu.
Menangani perawatan kebun plasma ini, Irja benar-benar banyak mendapat ilmu dan ilmu itu tidak dia dapat cuma-cuma.
“Sempat saya malu waktu itu. Soalnya kan saya belum mengerti apa-apa soal sawit. Jadi, asisten menyuruh memanen tanaman yang sedang berbuah pasir. Tapi yang saya lakukan bukan cuma memanen, tapi juga memangkas pelepah-pelepah pohon. Rupanya enggak boleh kayak gitu. Untung saja belum banyak pohon yang pelepahnya saya bersihkan,” ngakak kakek empat cucunya bercerita.
Selengkapnya baca di Elaeis Magazine Edisi September 2024