Hamparan hutan seluas 95,81 hektar di tengah kebun kelapa sawit itu telah menjadi saksi sejarah dan kelak akan diwariskan pada generasi penerus.
Nyaris tak ada yang berubah pada lanskap gugusan hutan yang ada di tengah rerimbunan pohon kelapa sawit di kawasan Desa Talang Danto Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar Provinsi Riau itu, ketimbang lebih dari satu dekade lalu.
Pohon Sialang yang tergolong pohon sakral bagi suku asli di Riau itu, masih nampak menjulang kokoh di sisi timur jalan menuju komplek perkantoran dan perumahan karyawan pimpinan yang ada di sana.
Bila lebih dari satu dekade lalu sejumlah onggokan lebah madu hitam nampak memeluk dahan-dahan pohon Sialang itu, pada Rabu pekan lalu, saat Elaeis Media Group (EMG) bertandang ke sana, lebah madu itu tidak kelihatan. Bisa jadi sedang tidak musimnya.
Sungai Paitan yang membelah hamparan rerimbunan hutan seluas 95,81 hektar itu, juga masih bergemericik airnya. Sungai selebar rata-rata tiga meter itu, meliuk dari arah Barat Daya ke Tenggara sepanjang tiga kilometer. Bermuara ke Sungai Tapung.
Sesekali gemericik air sungai yang masih dihuni oleh Baung, Paitan dan ikan jenis lain itu, diimbangi oleh lengkingan Rangkong Badak yang sedang bercekrama dengan pasangannya. Lompatan sejumlah monyet berekor panjang dari satu pohon ke pohon lain, membuat suasana di sana semakin terasa nyaman.
Tak hanya Rangkong Badak sebenarnya yang ada di hutan itu, di antara ratusan jenis burung yang ada di sana, sembilan jenis malah masuk kategori yang dilindungi Negara. Katakanlah Kangkareng perut putih, Madu Kelapa, Pijantung kecil, Cekak Sungai, Elang Hitam, Elang putih, Betet Ekor Panjang, Beo, Murai, Perkutut, Kipasan Belang dan termasuklah Rangkong tadi.
Binatang mamalia juga masih banyak. Selain Monyet Ekor Panjang tadi, ada juga Kukang Bukat, Musang Luwak, Rusa Sambar, Biawak dan bahkan ular Sanca. Semua binatang itu hidup bebas di sana. Tak ada yang dikandangkan.
Di bagian Selatan, ada waduk kecil yang berdekatan dengan Sungai Paitan tadi, diapit oleh sejumlah fasilitas lain seperti gazebo dan jogging track yang mentok di depan TK Flamboyan di sebelah Utara.
Waduk itu tidak kosong, berisi patin alami, ikan mas dan sejumlah ikan lain. Kalau lagi libur, karyawan golongan mana saja boleh memancing di sana. Bahkan kalau hari-hari besar seperti perayaan 17 Agustus lalu, perusahaan sengaja menggelar lomba mancing di waduk itu.
Lebih ke Selatan lagi, melintasi jembatan kecil di atas Sungai Paitan, ada panggung yang diapit oleh lapangan tennis dan mentok ke jalan lingkar yang dipenuhi jejeran rumah-rumah karyawan pimpinan. Susunannya nyaris berbentuk huruf U. Bila berjalan ke arah Barat, bakal ketemulah komplek perkantoran kebun.
“Beginilah suasana di sini, kami masih dan akan terus merawat serta menjaga kelestarian tempat ini. Sebab hamparan hutan ini, tidak hanya bernilai konservasi tinggi bagi perusahaan, tapi lebih dari itu, bagi kami, lanskap ini adalah tempat kami healing untuk merecharge ‘energi’ kami yang terkuras di jam-jam kerja. Di sini juga kami bisa menggelar family gathering, sebab bila ke kota, jaraknya jauh,” ujar Riko Irwansyah Surbakti saat menemani EMG mengitari sisi Barat hutan itu.
Baru beberapa bulan terakhir lelaki 39 tahun ini menjadi Asisten Kepala (Askep) Rayon B Kebun Tadun. Kalau di Regional 3 --- sebutan baru menggantikan nama PTPN V setelah Palmco berdiri --- Kebun Tandun masuk dalam wilayah Distrik Barat.
Urusan merawat areal tadi, rupanya Riko tidak sekadar cerita. Pepohonan yang sudah tumbang dimakan usia, sudah langsung disisip dengan tanaman baru. Di antara tanaman baru itu, disisipkan pula pohon buah-buahan seperti durian montong, rambutan hingga lengkeng. Durian montong malah sedang berbunga.
“Hewan-hewan yang ada di sini nanti yang memakan buah-buahan itu. Tapi selahap-lahapnya hean-hewan itu, tetap saja masih ada yang disisakan buat kami. Saya pikir ini sebuah pembelajaran juga,” Riko tertawa saat obrolan dilanjutkan di bawah gazebo. Hujan yang mengguyur di siang itu, membuat perjalanan untuk mengitari hutan menjadi terhenti.
Agar tempat itu terus terawat kata Riko, ada 5 orang karyawan yang mengurusi. Merekalah yang bertanggungjawab atas kebersihan, gulma dan hal-hal lain yang berpotensi mengurangi keasrian hutan.
Bagi perusahaan dan karyawan, hamparan hutan ini telah menjadi sesuatu yang teramat penting. Sebab hutan itu, telah menjadi heritage, menjadi saksi sejarah. Sebab hamparan itu tidak sengaja dibikin, tapi adalah hutan yang sengaja disisakan oleh perusahaan sejak awal pembukaan perkebunan kelapa sawit pada 1980an silam.
Lantaran terjaga dan sudah tergolong tua itulah barangkali, orang-orang dari kota berdatangan ke tempat ini, tak terkecuali orang-orang dari perguruan tinggi. Mereka sengaja datang untuk mengidentifikasi flora dan fauna yang ada di sana.
Biar lanskap ini semakin lestari dan diketahui oleh banyak orang, perusahaan pun telah menjalin kerjasama dengan sejumlah mahasiswa pecinta alam yang ada di kampus-kampus di Pekanbaru, termasuk sekolah-sekolah.
Lagi-lagi kata Riko, begitulah upaya perusahaan menjaga kelestarian hutan itu. Adanya hutan itu sudah menjadi keharusan. Sebab sesungguhnya alam butuh keseimbangan. “Kita harus bisa mempertahankan hewan dan tanaman yang ke depan, mungkin sudah tak ada lagi. Barangkali miniaturnya ada di sini. Ini menjadi sejarah atau heritage yang musti kita pertahankan dan harus ada,” tegasnya.
Lantaran hidup butuh keseimbangan tadilah makanya perusahaan kata Riko terus merawat hamparan itu. Bukan demi sebuah penghargaan atau pujian. Sebab dulu belum ada yang namanya go green. “Kami sudah merasakan manfaat hutan ini. Kami bisa menengok hewan dan tumbuhan yang tak kami temukan di tempat lain,” katanya.
Lelaki ini pun berkata; Yuk kita nikmati dan jaga hamparan ini bersama-sama. Jangan rusak yang menjadi heritage bagi kita semua. Ini adalah peninggalan sejarah dan kita juga akan meninggalkan sejarah untuk generasi penerus. Hutan ini akan terus ada di tengah generasi yang terus berlangsung.