"Kami terus melakukan pendampingan dan sosialisasi."
SEBANYAK enam UPT Karantina Wilayah Sumatera berkumpul di Palembang, Sumatera Selatan (sumsel) mengikuti Focus Group Discussion standarisasi pelayanan karantina dalam mendorong ekspor bungkil inti sawit atau palm kernel expeller (PKE) tujuan New Zealand.
Masing-masing adalah Karantina Sumsel, Karantina Sumatera Utara, Karantina Riau, Karantina Jambi, Karantina Kepulauan Bangka Belitung, dan Karantina Lampung.
Acara dibuka langsung oleh Direktur Standar Karantina Tumbuhan Badan Karantina Indonesia Dr AM Adnan yang sekaligus menjadi narasumber pada FGD ini. Turut hadir Kepala Karantina Sumsel Kostan Manalu MM, Kepala Karantina Jambi Sudiwan Situmorang, Kepala Karantina Kepulauan Bangka Belitung Hasim, dan Kepala Karantina Lampung Donni Muksydayan. Juga hadit tim karantina Sumatera Utara, Bengkulu, dan Pekanbaru, serta 17 pelaku usaha yang bergerak di bidang PKE.
Selaku tuan rumah, Kepala Karantina Sumsel Kostan Manalu menyampaikan bahwa dengan diadakannya FGD ini, diharapkan seluruh perusahaan yang bergerak di bidang PKE dapat melaksanakan standar yang sama sesuai dengan aturan ekspor ke New Zealand.
Acara ini juga diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang konkret dalam peningkatan kualitas PKE dan volume ekspor PKE dari Indonesia khususnya ke New Zealand.
"Sebagai upaya mendorong lebih banyak ekspor PKE menuju New Zealand, kami terus melakukan pendampingan dan sosialisasi. Salah satunya dengan menggelar FGD untuk memberikan informasi secara lengkap kepada calon eksportir terkait persyaratan yang dibutuhkan untuk mengirim PKE. Sekaligua juga juga menggali informasi untuk mengetahui kendala yang ada di lapangan,” jelasnya dalam keterangan resmi dikutip Kamis (17/10).
Menurutnya, kurun 2022-2024 Karantina Sumsel mencatat ekspor PKE menunjukkan tren peningkatan. Pada 2022 beratnya mencapai 157.000 ton, lalu meningkat menjadi 169.000 ton dan tahun ini sudah terkirim sebanyak 41.000 ton. "Bungkil atau ampas dari minyak kelapa sawit saat ini pasar ekspornya terbuka lebar ke New Zealand untuk bahan baku pakan ternak," ungkapnya.
Dia menekankan bahwa ekspor ke New Zealand harus memenuhi standar karantina tumbuhan tertentu sesuai dengan perjanjian antara Badan Karantina Indonesia dengan New Zealand. Bungkil sawit/PKE hanya boleh diekspor dari fasilitas ekspor yang telah diregistrasi.
"Fasilitas ekspor PKE harus standar dan terpadu mulai dari tempat pengumpulan produk hingga pengeluaran atau kapal yang mengangkut ke negara tujuan," tujuan.
Adnan menambahkan, proses ekspor harus berjalan dengan sistem dan standar baku untuk meminimalisir hambatan dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional. "Produk turunan sawit ini memang cukup laris diminati pasar global. Beberapa negara yang menjadi importir PKE diantaranya Australia, China, Prancis, Jerman, India, Jepang, dan Belanda," bebernya.
Namun tujuan utama ekspor PKE Indonesia saat ini adalah New Zealand. Sepanjang 2023 ekspor ke negara itu mencapai 26 juta ton atau 74% dari total ekspor PKE Indonesia sebanyak 36,9 juta ton.
"Tapi persyaratan sesuai kesepakatan antara MPI New Zealand dengan MoA Indonesia yang telah berjalan sejak 2013 lalu wajib dipenuhi oleh perusahaan sawit yang mau mengekspor PKE ke sana. Ada standar yang harus dipenuhi, misalnya suhu harus sekian dan sebagainya sesuai dengan arrangement atau kesepakatan yang sudah dibuat,” paparnya.