https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Korporasi

Menyoal Sempadan Sungai di Bahar Utara

Menyoal Sempadan Sungai di Bahar Utara

Tanaman kelapa sawit ditanam di sempadan sungai. Inilah yang dipersoalkan oleh Yan Kurnain. foto: ist

Yan Kurnain. Sejak tahun lalu lelaki 35 tahun ini mempersoalkan PTPN VI yang menanam sawit di sempadan tiga sungai. 

Kalau saja Komisi Informasi (KI) Provinsi Jambi mau mengabulkan permohonan Yan Kurnain, bisa jadi persoalan tidak menjadi panjang dan melebar kemana-mana.

Tapi lantaran permohonan itu ditolak dengan alasan bahwa Hak Guna Usaha (HGU) bukan informasi publik, lelaki 35 tahun ini pun menempuh jalan lain; mensomasi PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VI --- kini berubah nama menjadi regional 4 PTPN IV Palmco --- kemarin. Lho?

Memang, PTPN VI inilah yang dipersoalkan oleh ayah dua anak ini sejak awal, hingga menggelinding ke KI. Dia tidak saja meminta supaya HGU perusahaan plat merah itu dibuka ke publik, tapi juga sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) beserta Amdalnya. 

Warga Kecamatan Bahar Utara, Kabupaten Muaro Jambi ini meminta semua itu dibuka setelah menemukan bahwa perusahaan telah menanami sawit di sempadan sungai. Tak hanya di sempadan Sungai Bahar, tapi juga di sempadan Sungai Merkanding dan Sungai Kelabu.  

"Setelah beberapa kali sidang, akhir tahun lalu KI menolak permohonan saya," cerita jebolan UIN STS Jambi ini dua hari lalu. 

Adapun hubungan antara permintaan itu dengan temuannya di lapangan kata Yan, biar publik tahu, sampai dimana sebenarnya HGU perusahaan itu dan kok bisa mendapat sertifikat.

Soalnya menurut dia, menanam sawit di sempadan sungai jelas-jelas telah melanggar PP 38 tahun 2011 tentang sungai. 

"Di pasal 10 ayat 2 dan tiga sudah dijelaskan bahwa garis sempadan sungai besar minimal 100 meter kiri-kanan dan 50 meter sungai kecil. Inilah yang dilanggar perusahaan. Pelanggaran semacam ini sudah termasuk kejahatan lingkungan," terangnya.  

Ditolak oleh KI, aktivis ini tak patah arang. Kemarin melalui kuasa hukumnya Dian Burlian, Yan melayangkan somasi ke perusahaan. 

Isi somasi bernomor: 0184/KH-ADB/SMS/PT.PN-6/BHU/JMB/II/2024 itu, meminta supaya perusahaan menghentikan kegiatan sebelum urusan sawit di bantaran sungai beres. 

"Kalau dalam tempo tujuh hari perusahaan masih juga beraktifitas, kami akan bawa persoalan ini ke ranah hukum. Kami sudah punya cukup bukti kok," katanya. 

PTPN VI tak menggubris pesan singkat yang dikirim elaeis.co --- member of Elaeis Media Group --- terkait somasi itu. Baik kuasa hukum PTPN VI, Syahlan Samosir maupun Humas PTPN VI, Novalindo, keduanya bergeming.

Sebenarnya, 30 Mei tahun lalu Yan sudah sempat melaporkan persoalan ini kepada Ombudsman perwakilan Jambi. 

Gara-gara laporan itu, 2 September 2023, kuasa hukum PTPN VI Syahlan Samosir pun menyampaikan klarifikasi kepada Yan yang poin pentingnya begini; 

 

Bahwa salah satu langkah penting yang dilakukan untuk mewujudkan tata kelola perkebunan yang berkelanjutan di PT Perkebunan Nusantara VI adalah dengan menerapkan sistem sertifikasi RSPO merupakan sertifikasi yang memperhatikan aspek keberlanjutan dalam produksi perkebunan, sertifikasi tersebut menjamin bahwa produk minyak kelapa sawit yang dihasilkan memenuhi standar keberlanjutan dari aspek sosial, lingkungan dan ekonomi.

Bahwa larangan menanam kelapa sawit di sempadan sungai diatur dalam peraturan pmerintah nomor 38 tahun 2011 tentang sungai; sudah diterapkan, hal ini dibuktikan, dimana PTPN VI sudah mendapatkan sertifikasi RSPO.

Dokumen tersebut memberikan rekomendasi tentang prinsip-prinsip umum pedoman dan tahapan penentuan sungai dan sempadan sungai dan harus digunakan sebagai panduan sukarela yang melengkapi Praktik Pengelolaan Terbaik (BMP) RSP tentang Pengelolaan Sempadan. 

PTPN VI telah melakukan prosedur sesuai perundang-undangan yang berlaku. 

Jawaban ini justru membikin Yan kian penasaran. Jawaban kuasa hukum PTPN VI ini menurut dia justru aneh dan si kuasa hukum terkesan tidak memahami apa yang dimaksud dengan RSPO itu.

"RSPO itu lembaga sertifikasi internasional, hukumnya harus diseleraskan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di negara penerima sertifikat RSPO itu," tegasnya. 

Yan juga menengok kalau pernyataan kuasa hukum perusahaan bertolak belakang dengan fakta lapangan. Buktinya PTPN VI melakukan penanaman sawit di sempadan sungai.

"Banyak aturan yang dilanggar perusahaan ini. Tak hanya PP 38 Tahun 2011 itu, tapi juga UU 95 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, UU 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan PP 37 tahun 2012 tentang Daerah Aliran Sungai (DAS)," lelaki ini merinci.

Yan memastikan, langkahnya untuk berjuang untuk menyelamatkan sempadan sungai itu tidak akan terhenti. Itulah makanya, dia bukan cuma mensomasi PTPN VI, tapi juga akan mensomasi Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perkebunan Muaro Jambi. Alamaak... 


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait