"Perlu membangun badan sawit untuk satu pintu dan dikelola secara sentral/terpusat."
ANGGOTA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Edi Oloan Pasaribu menegaskan pihaknya berkomitmen untuk merancang undang-undang yang mampu menguntungkan seluruh pihak. Termasuk pihak yang berkaitan dengan pembahasan regulasi mengenai sawit, seperti petani mandiri, petani plasma, dan korporasi.
Hal ini sangat diperlukan untuk memperkuat peran industri kelapa sawit sebagai salah satu penyumbang pendapatan negara terbesar dari non migas. “Jadi kita tidak serta merta hanya melihat satu pihak, tapi secara holistik,” ujar Edi Oloan dalam keterangan resmi Setjen DPR RI dikutip Jumat (8/11).
Untuk menghimpun masukan, Baleg DPR RI mengundang rapat para pihak yang terkait dengan undang:undang yang sedang dirancang. Senin (4/11) lalu misalnya, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dilakukan dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta.
“Jadi nantinya kita tidak hanya bicara bagaimana tentang regulasinya, tapi bagaimana pengawasan untuk mengimplementasikan regulasi itu,” lanjut politisi Fraksi PAN ini.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, sebelum Prabowo Subianto menjabat sebagai Presiden RI, kelapa sawit merupakan komoditas primadona. Bahkan, menjadi salah satu sumber pendapatan negara terbesar dari nonmigas.
Maka dari itu, ia mengusulkan untuk membentuk badan khusus yang akan mengurus industri kelapa sawit. Menurutnya, masih banyak stakeholder di industri kelapa sawit yang mengalami kebingungan ketika di lapangan, dikarenakan sebanyak 37 regulasi tumpang tindih dari berbagai kementerian dan lembaga.
“Makanya dalam RDPU, keluhan-keluhan teman-teman dari asosiasi itu kita tampung dan kita rumuskan kembali. Karena saya rasa salah satu variabel untuk kita menuju Indonesia Emas itu, yakni bagaimana kita melakukan reformasi birokrasi,” tambahnya.
Legislator asal Kalimantan Timur ini menjelaskan beberapa langkah yang perlu dilakukan Baleg guna mendukung percepatan untuk menuju Indonesia Emas.
Pertama, perlu membangun badan sawit untuk satu pintu dan dikelola secara sentral/terpusat. Adapun badan tersebut juga menjadi bank data dan pusat tata kelola industri kelapa sawit.
“Yang kedua, kita tentunya memperhatikan hulu hilirnya korporasi BUMN dan petani kita, baik itu petani plasma atau pun petani mandiri, itu harus kita perhatikan,” lanjutnya.
Terakhir, Baleg DPR RI dinilai perlu mengatur regulasi untuk mempermanenkan PKS (Pabrik Kelapa Sawit) komersil. Menurutnya, petani-petani yang mandiri hanya sebagai menerima harga aja, pasrah, tidak punya kendali.
Maka dari itu, menurutnya, para petani perlu punya akses dan dibangun pabrik kelapa sawit PKS komersil.
“PKS komersil ini tidak punya lahan, jadi petani-petani kecil bisa menyuplai, menjual hasil produksi pertaniannya untuk ke PKS komersil dan itu sangat strategis. Isu-isu tentang PKS komersil akan kita naikkan dan kita (jadikan ke dalam bentuk) undang-undang supaya posisinya lebih mantap secara undang-undang,” tegasnya.
Diketahui, dalam rapat pembahasan Prolegnas ini, Baleg juga menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi oleh industri kelapa sawit. Diantaranya yakni mengenai kelapa sawit yang seringkali disalahpahami oleh Uni Eropa yakni kelapa sawit dianggap tanaman yang tidak termasuk dalam kategori tanaman hutan, sehingga menyebabkan eksistensi kelapa sawit dilarang.
Untuk itu, ia menegaskan agar tidak hanya terfokus pada kepentingan nasional saja tetapi juga harus memperhatikan ekspor. Dengan demikian, kedepannya Baleg akan merumuskannya agar isu strategis ini dimasukkan ke dalam Prolegnas.