Dia sempat enam kali melamar jadi tentara, semuanya gagal. Meniti karir dari status buruh harian lepas.
Matahari belum sampai di atas kepala pada Jumat pekan lalu, tapi bak truk colt diesel berwarna kuning yang nangkring di di Blok C-D 19 Afdeling V Kebun Sei Baruhur PTPN IV Palmco Regional 1 itu, sudah penuh terisi Tandan Buah Segar (TBS).
Berat Janjangan Rata-rata (BJR) TBS itu 16 kilogram. “Semua yang ada di dalam bak ini sekitar 5,5 ton. Enggak ditambah lagi. Tinggal merapikan saja, habis itu langsung diantar ke pabrik,” samar-samar suara Fitra Tambunan terdengar dari atas tumpukan TBS di dalam bak truk itu, saat Elaeis Media Group (EMG) mengajaknya ngobrol.
Tojok --- besi berdiameter sekitar 2,5 sentimeter berujung runcing --- yang dipegang oleh lelaki 33 tahun ini masih terus ‘menari’ memindahkan sejumlah janjangan biar tumpukan TBS kelihatan rapi. Lengan lelaki ini pun kelihatan mengkilap oleh keringat yang mengucur. Maklum, cuaca jelang siang itu terasa panas pula.
Fitra adalah satu dari sederet supir truk angkutan TBS perusahaan yang tergabung dalam divisi teknik di Kebun Sei Baruhur itu. Karyawan golongan 1B/2 ini tinggal bersama istri dan anak semata wayangnya di perumahan teknik. Orang-orang di sana menyebut emplasmen.
Kawasan ini berada di Desa Beringin Jaya, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Sebelum jam tujuh pagi saban hari kerja, Fitra sudah kebagian tugas dari mandor teknik; ke blok mana truk yang dia setiri akan menjemput TBS dan ke pabrik mana pula akan diantar.
Yang pasti, dalam sehari Fitra musti bisa tiga kali mengantar TBS ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Kalau tidak ke PKS Sei Baruhur, ya ke PKS Aek Torop. Pabrik ini berada di kawasan Kecamatan Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), provinsi yang sama.
Lantaran jarak terjauh lokasi muat TBS - PKS cuma sekitar 30 kilometer, jam lima sore, tugas pokoknya sudah rampung. Kalau sudah begini, Fitra akan kebagian duit cuma-cuma Rp100 ribu.
Hanya saja, walau tugas mengantar TBS rampung, bukan berarti Fitra sudah boleh langsung pulang dan memarkikan mobilnya di parkiran kantor teknik, tapi masih harus mengangkut brondolan --- biji sawit yang telah lepas dari janjangan --- juga. Kadang Fitra mengangkut brondolan hingga empat trip usai melakukan tugas pokoknya tadi. Begitulah keseharian para supir truk angkutan TBS di kebun itu.
Sebetulnya, Fitra belum tergolong senior di kalangan supir truk pengangkut TBS di Sei Baruhur meski sejak tahun 2010 silam, dia sudah terbiasa dengan mobil truk. Tapi lantaran masa kerjanya menjadi supir di perusahaan itu baru sekitar tiga tahun, tetap saja masih junior.
“Sebelum jadi supir, saya kernet dulu selama dua tahun. Tugasnya bongkar muat TBS inilah. Tapi setelah setahun jadi kernet, saya sudah dipercaya mengemudikan truk. Istilahnya, sudah boleh megang batanganlah,” kenangnya.
Selengkapnya baca di Elaeis Magazine Edisi 05 Vol. IV Tahun 2024