Hutan belantara seluas 25 hektar itu sudah dipelihara sejak lebih dari 40 tahun silam. Cara sawit menghargai alam.
Kalau ditengok dari atas, hamparan aspal di jalan nasional lintas Riau-Sumatera Utara (Sumut) itu sudah kayak tubuh ular raksasa yang meliuk di hutan belantara. Jalan aspal sepanjang hampir satu kilometer itu memang membelah hutan belantara di kawasan Desa Beringin Jaya, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhan Batu Selatan Provinsi Sumut.
Bisa jadi sudah lebih dari 100 tahun hutan itu ada. Soalnya dari sejak pertama kali kawasan itu dibuka oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IV menjadi perkebunan kelapa sawit saja, rentang waktunya sudah lebih dari 40 tahun. Persis pada tahun 1978 silam.
Dan sampai sekarang, hingga areal kebun berubah nama menjadi PTPN IV Regional 1 kebun Sei Baruhur, hamparan hutan belantara yang kemudian dinamai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (NKT) atau High Conservation Value (HCV) ini, masih tetap terjaga.
Dalam administrasi kebun, posisinya berada di Blok H10 dan Blok I10, Afdeling 2. Luasnya 25 hektar. Sedari dulu.
“Di NKT ini masih banyak kita temukan kayu Kempas, Meranti, Rengas, Pule dan sederet pohon yang di jaman sekarang sudah tergolong langka. Kami tidak pernah sama sekali mengganggu pepohonan yang ada di sini, apa lagi menebangnya. Jadi masih sangat alami. Kalaupun ada pohon yang tumbang, tidak diambil, paling disisihkan saja,” cerita Supangat, Kerani Satu Personalia Kebun Sei Baruhur, yang menemani Elaeis Media Group bertandang ke hutan belantara itu Rabu dua pekan lalu.
Di satu waktu kata Supangat, pernah juga Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumut mendatangi hutan itu untuk memastikan kealamiannya. Hasilnya, memang benar masih alami.
Selain pepohonan langka kata lelaki 46 tahun ini, sederet hewan yang bahkan sudah tergolong langka, juga masih ada di dalam hutan itu. Mulai dari Rusa yang sesekali nongol, Babi Hutan, Siamang, Beruk hingga Macan Akar. Kalau burung, ada Punai, Kepodang hingga Rangkong.
Parau suara Rangkong dan Siamang, selalu menjadi hiburan bagi warga kebun di perumahan Afdeling 2 dan bahkan bagi para karyawan yang ada di kantor kebun Sei Baruhur yang berjarak sekitar 1,3 kilometer ke arah Timur hutan itu.
“Sangat beruntung kami, bahwa para pendahulu telah menyisakan hamparan hutan ini demi kelestarian flora dan fauna yang ada. Untuk menghargai semua itulah makanya manajemen terus memantau dan menjaga areal ini dan dinyatakan sebagai HCV. Alhamdulillah sampai sekarang tidak ada yang merambahnya,” lelaki yang sudah menjadi karyawan kebun Sei Baruhur sejak tahun 1999 silam ini memastikan.
Meski tidak ada yang mengganggu, perusahaan kata Supangat tetap membikin rambu-rambu larangan berburu. “Hutan ini menjadi bagian dari sawit berkelanjutan yang diusung oleh perusahaan. Jadi kalau ada orang-orang mengatakan perkebunan kelapa sawit tidak memiliki hutan, inilah dia hutan itu. Melestarikan flora dan fauna adalah bagian dari misi sawit,” tegasnya.