
Yogi Anggara dalam sebuah kegiatan di kampus Polkam di Bangkinang, Kabupaten Kampar, Riau. Foto: Dok. Pribadi
SOAL bagaimana nikmatnya menjadi anak petani sawit, tanyalah sama Yogi Anggara. "Kondisi perekonomian keluarga saya berubah jauh setelah orangtua memutuskan mengelola tanaman kelapa sawit," kenang Yogi.
Menetap bersama kedua orangtuanya Di Desa Sialang Hulu Parit 8, Kecamatan Batuhampar, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Provinsi Riau; awalnya orangtua Yogi menjadikan budidaya tanaman pangan berupa padi sebagai sumber ekonomi andalan keluarganya.
Oleh karena suatu peristiwa di desa itu beberapa tahun lalu, yaitu pembagian bibit sawit gratis; orangtua Yogi merupakan satu di antara banyak anggota masyarakat di desa itu yang memutuskan untuk melakukan alih fungsi lahan dari tanaman padi ke kelapa sawit.
Peristiwa pembagian bibit sawit gratis itu terjadi saat di mana tananan padi yang dikelola oleh kedua orangtuanya tengah mengalami gagal panen.
Yogi kemudian menyaksikan sendiri betapa susahnya sang orangtua mewujudkan keinginan untuk menjadi petani sawit. Selain karena keterbatasan modal, sang orangtua juga memiliki kemampuan teknis yang tidak memadai dalam soal budidaya sawit.
Maklum, sebagian besar dari perjalanan hidup mereka dihabiskan dengan mengelola tanaman padi. Sama dengan warga sedesa lainnya, budidaya tanaman padi yang dilakukan orangtua Yogi merupakan warisan secara turun-temurun.
Karena tekad yang kuat, menurut Yogi, pada gilirannya keinginan orangtua untuk menjadikan kelapa sawit sebagai sumber ekonomi keluarga pun terwujud. "Sejak punya sawit itulah kami sekeluarga merasakan kondisi ekonomi yang lebih baik," kenangnya.
Pada gilirannya, menurut Yogi, penguasaan lahan orangtuanya untuk menjadikan kebun kelapa sawit sebagai sumber ekonomi tidaklah luas-luas amat. "Paling banter sehektar lebih sedikitlah," ungkapnya.
Tapi dari kebun sawit yang tidak luas itu, Yogi bersama kedua orangtuanya ditambah dengan dua orang saudara kandungnya menikmati kondisi ekonomi yang lebih jika dibandingkan dengan masih saat bergantung dengan tanaman padi dulu.
Peristiwa yang terjadi beberapa tahun lalu itu menjadi suatu momentum berharga bagi Yogi. "Sejak saat itu saya mulai tertarik dengan tanaman kelapa sawit," kenangnya
Sawit, yang sebelumnya tidak terlalu mendapat perhatian Yogi, belakangan minatnya untuk mendalami tanaman itu lebih jauh lagi mulai terbuka. Perlahan, memang, tapi pasti.
Makanya, gagal dalam seleksi menembus bangku dua perguruan tinggi negeri pada 2022 lalu setelah menyelesaikan pendidikan di bangku SMA, harapan Yogi untuk berkuliah kembali muncul manakala ia menerima kabar bahwa saat itu sedang terbuka peluang untuk mengikuti program beasiswa sawit.
"Kawan sekampung yang memberitahu," ungkap Yogi saat ditanya dari mana ia mendapat informasi soal program beasiswa sawit itu.
"Dia senior saya, dan kebetulan sedang menjalani kuliah melalui program beasiswa sawit," tambah Yogi.
Informasi dari senior itu seakan membawa langkah Yogi ke titik yang ia tuju. Antara lain karena ia memang ingin kuliah. Selanjutnya, bidang yang akan dimasuki merupakan disiplin ilmu yang sejak beberapa tahun terakhir mulai menarik minat dan perhatiannya.
"Ditambah saya mendapat informasi bahwa banyak kemudahan kalau dinyatakan lulus, maka saya melakukan persiapan yang totalitas agar bisa diterima," tambahnya.
Upaya Yogi ternyata tidak sia-sia. Baru pertama kali tes untuk ikut program beasiswa sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), ia langsung dinyatakan lulus.
Pada September 2022, pelaksana program beasiswa kemudian menempatkan Yogi untuk berkuliah di Politeknik Kampar yang kampusnya berlokasi di Kota Bangkinang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Menunggu Wisuda
Telah duduk di semester V Polkam Jurusan Teknik Informatika untuk program D3, saat ini hanya tinggal hitungan bulan lagi Yogi akan menyelesaikan perkuliahan di kampus tersebut.
"Sekitar Oktober mendatang," ungkap Yogi, menyoal kapan ia akan menjalani wisuda. "Saat ini saya bersama rekan-rekan seangkatan sedang sibuk menyiapkan tugas akhir (TA)," tambah alumnus SMAN 1 Batuhampar ini.
Rentang waktu lima semester itu, sambung Yogi, telah memberi pembekalan yang lebih dari cukup bagi dirinya untuk mengetahui dan mendalami ilmu tentang perkelapasawitan.
Yogi menyebut contoh TA yang sedang ia susun, yang berjudul "Sistem Monitoring Kelembaban Limbah Padat (Solid) serta Suhu dan Kelembaban Ruangan". "Dari sini saya makin tahu bahwa hampir tidak ada dari tanaman sawit yang tidak bisa dimanfaatkan untuk menopang kehidupan umat manusia," ungkapnya.
Sebegitu besar fungsi yang dimainkan oleh tanaman sawit, Yogi mengaku tidak habis pikir oleh ulah sekelompok orang yang terus saja melakukan kampanye hitam (black campaign) terhadap tanaman tersebut.
"Apa mereka sudah mengenal tanaman sawit secara mendalam?" tanya Yogi. "Atau, apa mereka hanya mengenal sawit dari kulit luarnya saja, lalu ikut terprovokasi pihak lain untuk melakukan kampanye hitam?"
Menurut Yogi, saat ini betapa banyak keluarga di Indonesia yang tergantung dengan sawit, baik sebagai pemilik atau pekerja yang terkait dengan sawit. "Alhamdulillah, sebagian besar di antara mereka menikmati derajat perekonomian yang cukup layak," tandas Yogi.***