https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Persona

Bangga, Yuli Bisa Menjadi "Pembuka Jalan" bagi Peserta Program Beasiswa Sawit BPDPKS Lainnya

Bangga, Yuli Bisa Menjadi "Pembuka Jalan" bagi Peserta Program Beasiswa Sawit BPDPKS Lainnya

Yuli Aryan Putri saat kegiatan penganugerahan mahasiswa berprestasi HUT-KM Instiper 2024. Foto: Dok. Pribadi

YULI Aryan Putri mengaku memiliki kebanggaan berganda dengan status sebagai mahasiswa program beasiswa sawit yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) -- yang belakangan berganti nama menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

Kebanggaan itu, menurut Yuli, antara lain, karena persaingan untuk bisa lulus program itu sangat ketat, sementara Yuli dinyatakan diterima setelah melalui rangkaian seleksi, baik dengan melengkapi persyaratan administratif, tes tertulis, tes wawancara, dan lainnya.

"Bukan cuma saya, Ayah juga bangga dengan apa yang telah saya capai," ungkap Yuli melalui sambungan telepon, Kamis (30/1/2025) siang. "Beliau seakan tidak percaya dengan apa yang telah saya capai."

Tidak hanya sampai di sana, warga sedesanya juga mengaku salut dengan pencapaiannya. Yuli sendiri tercatat sebagai warga Desa Rimbo Mulyo, Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.

Selanjutnya, menuruf Yuli, yang namanya berkuliah dengan ditopang oleh program beasiswa, praktis ia menikmati sejumlah fasilitas dan bantuan, yang dalam penilaian Yuli takarannya "jauh di atas yang dibutuhkan."

Terlepas dari kedua hal itu, Yuli menilai yang paling membuat ia bangga dan bahagia dengan status mahasiswa program beasiswa sawit BPDPKS yang tengah disandangnya adalah bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.

Dengan kata lain, dijelaskan Yuli, setelah ia dinyatakan lulus program tersebut dan telah pula menjalani perkuliahan selama empat semester, langkahnya diikuti oleh sejumlah warga sedesanya 

"Saya dapat informasi bahwa dalam penerimaan tahun 2024 lalu ada beberapa orang masyarakat yang seasal dengan saya ikut tes, dan beberapa orang di antaranya dinyatakan lulus," sebut Yuli.

Enggan mengklaim diri sebagai "pembuka jalan," tapi upaya yang dirintisnya, yang kemudian diikuti sejumlah orang lainnya; Yuli tempatkan sebagai bagian dari sumbangsihnya untuk orang lain.

Dicari Sendiri

Mengilas-balik ke belakang, Yuli mengaku keterlibatannya dalam program beasiswa sawit BPDPKS merupakan sesuatu yang tidak sengaja. "Mungkin ini jalan yang diberikan Tuhan kepada saya," ungkapnya.

Kala itu, di tahun 2023, saat masih duduk di semester I di sebuah perguruan tinggi negeri di Provinsi Bengkulu, muncul saja hasrat di hatinya untuk mencari program pendidikan di perguruan tinggi yang pembiayaannya tidak sepenuhnya memberatkan orangtua.

"Ya, saya harus mendapatkan program beasiswa," kata hati kecilnya kala itu. Maka, cukup lama juga Yuli mencari melalui berbagai medium --terutama internet-- program pendidikan tinggi yang didukung beasiswa.

Pada suatu ketika, menurut Yuli, pencariannya berlabuh pada program beasiswa sawit yang didanai oleh BPDPKS. Tertarik dengan program itu, Yuli lalu mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang program dimaksud.

Keinginanan berkuliah melalui program beasiswa sawit, sebut Yuli, bukanlah arahan orangtuanya, melainkan kemauan ia sendiri. "Bapak tidak pernah mengeluh untuk membiayai pendidikan saya," kenangnya. "Terbukti saya dibiayai berkuliah sampai ke Bengkulu."

Kendati sang Ayah hanya tercatat sebagai buruh di perusahaan perkebunan kelapa sawit, Yuli mengaku kondisi perekonomian keluarganya termasuk standar. "Bapak juga punya dua hektar kebun sawit," paparnya.

Baik gaji sang Ayah dari perusahaan, ditambah dengan hasil kebun sawit, menurut Yuli, hanya untuk mereka berdua saja karena Yuli merupakan anak tunggal. Sedangkan ibunya sudah meninggal dunia sejak Yuli duduk di bangku SD.

"Saya mencari program beasiswa hanya dilatarbelakangi satu tujuan, yaitu mencoba meringankan beban orangtua semampu yang saya bisa," bebernya. "Kendati Ayah tidak pernah mengeluhkan sekali pun hal itu."

Tekad yang kuat untuk lulus program beasiswa diiringi Yuli dengan cara totalitas mempersiapkan diri untuk ikut tes program beasiswa sawit yang didanai BPDPKS. Pada akhirnya, Yuli dinyatakan lulus.

Oleh pelaksana program, sejak Oktober 2023 Yuli ditempatkan berkuliah di Insitut Pertanian Stiper (Instiper) Program Studi (Prodi) Agribisnis untuk program strata satu (S1). Saat ini Yuli sudah duduk di semester IV.

Apa yang dirasakan Yuli setelah sekian lama menuntut ilmu soal perkelapasawitan? "Sekarang saya sadar sesadar-sadarnya bahwa ilmu, pengetahuan dan wawasan saya soal perkelapasawitan selama ini sangat dangkal," ungkapnya.

Kendati merupakan buruh dan anak petani sawit serta bermukim di lingkungan penduduk yang mayoritas menggantungkan sumber ekonominya dari sawit, menurut Yuli, selama ini perhatiannya terhadap sawit terlalu rendah. "Saya malah cenderung tidak peduli," tandasnya.

Dunia akademis yang telah dijalani sejak beberapa tahun belakangan, imbuh Yuli, ternyata mampu menyentakkan kesadaran Yuli tentang betapa berharganya tanaman itu, dan tentang betapa banyaknya kebutuhan umat manusia yang tergantung dengan sawit.

"Ternyata sawit tidak hanya sebatas sebuah komoditas yang menghasilkan minyak goreng, seperti yang saya pahami sebelum mengenal kelapa sawit lebih jauh," sambungnya 

Diuraikan Yuli, melalui program hilirisasi, ternyata tidak sedikit produk turunan yang bisa digali dan dikembangkan dari tanaman sawit. "Dan semua itu berguna bagi kehidupan umat manusia," ujar gadis kelahiran 11 Juli 2001 itu..

Hasratnya yang kuat menimba ilmu tentang sawit lebih dalam lagi, menurut Yuli, ditopang kuat oleh lingkungan kampus yang kondusif, yang memungkinkan ia bisa fokus menjalani rangkaian perkuliahan.

"Saya juga respek dengan jajaran tenaga pengajar di tempat saya menuntut ilmu," akunya. Selain para tenaga pengajar itu memiliki kompetensi di bidang masing-masing, menurut Yuli, mereka juga dengan sepenuh hati dalam menjalankan tugas.

Tidak sebatas tahu secara teoritis, menurut Yuli, para tenaga pengajar itu juga membimbing mahasiswa sampai ke tingkat praktis sehingga derajat keilmuan yang diterima para mahasiswa menjadi paripurna.

"Sudah empat semester berkuliah di Instiper, sepertinya baru kemarin," ungkapnya. Kalau berkuliah di lingkungan kampus yang tidak kondusif, "Waktu selama itu mungkin terasa lama banget."***
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS