Berita > Ragam
Ironi Industri Sawit di Indonesia: Produksi Stagnan di Tengah Luas Kebun yang Terus Bertambah

Ilustrasi perkebunan sawit. Foto: bpdp.or.id
Palembang, myelaeis.com - Pemerhati perkebunan di Sumatera Selatan (Sumsel), Rudi Arpian, mengatakan meskipun luas lahan perkebunan terus meningkat, produksi tandan buah segar (TBS) sawit justru stagnan dalam lima tahun terakhir.
Menurut Rudi, perlambatan program peremajaan dan tantangan struktural lainnya membuat produktivitas petani sawit mandek. Sementara peluang dan tekanan dari pasar global terus bergerak dinamis.
Pada bagian lain, menurut Rudi, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang digelontorkan oleh BPDP, dan yang diharapkan menjadi solusi peningkatan produktivitas, sejauh ini masih berjalan lambat.
Petani menghadapi berbagai kendala mulai dari status legal lahan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan, hingga sulitnya akses pembiayaan.
"Akibatnya, tanaman tua tetap mendominasi, menurunkan hasil panen dan memperparah ketergantungan terhadap fluktuasi harga," ujarnya, Senin (1/9).
Sementara dalam upaya mendorong efisiensi dan keberlanjutan industri, pengusaha sawit nasional mulai melirik teknologi pengolahan terbaru dari China. Investasi jumbo senilai Rp149 triliun ini ditujukan untuk menekan emisi karbon, mempertahankan kualitas nutrisi minyak sawit, dan mendorong nilai tambah produk hilir.
"Jika terealisasi, investasi ini bisa menjadi titik balik modernisasi industri sawit Indonesia, sekaligus jawaban atas tekanan global terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan," katanya
Kemudian, fluktuasi harga TBS sawit di tingkat petani terus menjadi masalah. Harga yang tidak menentu, terutama setelah kebijakan larangan ekspor CPO beberapa waktu lalu, membuat pendapatan petani tergerus. Di sisi lain, biaya produksi terus melonjak, membuat margin keuntungan petani semakin tipis.
Namun di balik itu, peluang tetap ada. Sertifikasi sawit berkelanjutan seperti RSPO terbukti mampu meningkatkan harga jual di sejumlah daerah seperti Riau. Petani yang tersertifikasi bisa mendapatkan harga premium yang membantu menopang pendapatan mereka di tengah gejolak pasar.
"Meski menghadapi berbagai tantangan, industri sawit tetap menjadi tulang punggung ekonomi di banyak wilayah terpencil Indonesia. Sektor ini membuka lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, dan membantu membentuk kawasan-kawasan pertumbuhan baru," tegasnya.
Namun, masa depan industri sawit Indonesia kini bergantung pada seberapa cepat komoditi ini bisa beradaptasi baik melalui pembenahan peremajaan, adopsi teknologi ramah lingkungan, maupun peningkatan posisi tawar petani di pasar global.***