Berita > Inovasi
Lampung Berpotensi Menjadi Contoh Pengelolaan Limbah Sawit Berkelanjutan di Indonesia
Ilustrasi perkebunan sawit di Lampung. Foto: kabartamiang.com
Lampung, myelaeis.com - Provinsi Lampung berpotensi menjadi contoh pengelolaan limbah sawit berkelanjutan di Indonesia, sekaligus membuka jalan bagi pemberdayaan masyarakat di sektor pertanian dan agroindustri.
Ini setelah Politeknik Negeri Lampung (Polinela) berhasil membuktikan limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) bisa disulap jadi jamur merang bergizi dan pupuk organik, membuka peluang usaha baru sekaligus wujud nyata teknologi zero waste.
Program inovatif ini digagas melalui Pengabdian Kepada Masyarakat yang diketuai oleh Sri Astuti, S.E., M.M., bersama tim dosen Polinela. Mereka membimbing petani di Desa Kalisari, Kecamatan Kalirejo, Lampung Tengah, untuk mengubah limbah sawit menjadi sumber ekonomi baru.
“TKKS biasanya hanya ditumpuk dan menjadi limbah. Padahal kandungan lignoselulosa di dalamnya sangat cocok untuk pertumbuhan jamur merang,” ujar Sri Astuti. Dengan teknik pencacahan, fermentasi singkat, serta penambahan kapur dan urea, TKKS bisa dijadikan media tanam produktif. Hasilnya, jamur merang tumbuh subur tanpa bergantung pada jerami padi yang semakin terbatas.
Pelatihan yang diberikan mencakup cara menyiapkan kumbung, menanam bibit, merawat hingga panen. Petani yang ikut merasakan langsung manfaatnya menyatakan bahwa jamur merang hasil TKKS mudah dipasarkan. Permintaan di pasar domestik, terutama Jakarta dan sekitarnya, masih tinggi, baik untuk restoran modern maupun pasar tradisional. “Hasilnya stabil dan kualitasnya sama baiknya dengan jamur dari jerami,” kata salah seorang petani.
Inovasi tidak berhenti pada panen jamur. Limbah media tanam pasca panen juga diolah menjadi kompos organik yang kaya unsur hara. Pupuk ini dapat digunakan untuk hortikultura, sayuran, hingga perkebunan sawit itu sendiri. Dengan cara ini, biaya pupuk bisa ditekan, sekaligus mengurangi limbah organik. “Kami ingin masyarakat bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga menjadi pelaku utama dalam rantai produksi berkelanjutan,” tambah Sri Astuti.
Program ini mendapat sambutan positif karena tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat, tapi juga menciptakan siklus zero waste di perkebunan sawit. Dari limbah menjadi pangan bergizi dan pupuk organik, inovasi ini memperkuat ketahanan pangan, menjaga kelestarian lingkungan, dan membuka peluang usaha baru.
Sinergi antara perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan masyarakat menjadi kunci keberlanjutan program ini. Dengan teknologi sederhana namun berdampak besar, Polinela menunjukkan bahwa limbah sawit yang dulu menjadi masalah kini bisa menjadi solusi nyata: pangan sehat, pupuk murah, lingkungan terjaga, dan masyarakat sejahtera.***






