https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Bisnis

Apkasindo: Musuh Terbesar Sawit Indonesia Bukan UE, Melainkan Regulasi di Dalam Negeri

Apkasindo: Musuh Terbesar Sawit Indonesia Bukan UE, Melainkan Regulasi di Dalam Negeri

Ilustrasi ekspor CPO. Foto: riau.go.id

Jakarta, myelaeis.com - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Dr. Gulat ME Manurung, mengatakan musuh terbesar sawit Indonesia bukanlah Uni Eropa (UE), melainkan regulasi dalam negeri sendiri.

Aturan yang tumpang tindih, klaim kawasan hutan, hingga birokrasi yang menyulitkan, menurut Gulat, justru menjadi beban yang mematikan langkah petani.

“Hambatan domestik jauh lebih berat dibanding global. Regulasi kita sendiri seringkali seperti belenggu. Kalau ini tidak dibereskan, aturan sekecil apapun dari luar negeri bisa langsung menyingkirkan kita. Passed out, itu pasti!” tegasnya di Jakarta, Sabtu (27/9).

Dalam nada mengingatkan, Gulat menegaskan kembali peran sawit sebagai lokomotif ekonomi Indonesia, terutama di masa-masa sulit. Ironis jika komoditas yang pernah mengangkat bangsa ini justru dimatikan oleh regulasi yang tidak berpihak.

“Aturan itu bagus kalau operasional. Jangan malah menghambat. Sejarah membuktikan, minyak sawit adalah penyelamat ekonomi negeri ini. Jangan sampai lokomotif itu dipaksa mogok hanya karena kita terlalu sibuk meromantisasi Uni Eropa,” paparnya.

Kendati demikian, Gulat juga mengkritisi
euforia atas rampungnya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU CEPA).

Menurut Gulat, jangan sampai Indonesia terlena dengan "romantisme diplomasi" yang sejatinya hanya hiasan, sementara sawit Indonesia digantung di tiang regulasi Uni Eropa yaitu European Deforestation Regulation (EUDR).

“Jangan terlalu romantis dengan Uni Eropa. Faktanya, pintu ekspor CPO kita tetap dikunci rapat oleh EUDR. Jadi apa gunanya IEU CEPA kalau akhirnya petani sawit kita tetap terjegal di lapangan?” tegasnya

Kesepakatan IEU CEPA disebut sebagai pencapaian besar yakni menghapus hingga 98% tarif perdagangan barang dan jasa, membuka peluang ekspor CPO, tembaga, asam lemak, hingga alas kaki.

Tapi menurut Gulat, itu hanya tampak indah di atas kertas. Faktanya, EUDR menghadang seperti pagar besi yang mustahil ditembus petani kecil.

“Sertifikasi EUDR itu ibarat langit dan bumi bagi petani sawit kita. Sulit dijangkau. Apalagi klaim-klaim kawasan hutan yang kerap menjerat lahan rakyat, itu problem nyata. Kalau pemerintah tidak serius, IEU CEPA hanya jadi ilusi,” ujarnya.

Gulat juga menyinggung bahwa produksi CPO nasional sedang stagnan, bahkan cenderung menurun.

Dari total produksi 48 juta ton tahun lalu, setidaknya 18 juta ton sudah disiapkan untuk program biodiesel B50 pada 2026. Artinya, ruang untuk ekspor kian sempit, dan justru kebutuhan domestik yang jadi penyelamat.

“Kita tidak perlu berlebihan mengemis ke Eropa. Presiden Prabowo sudah jelas soal energi berbasis minyak sawit. Kalau Uni Eropa tak mau beli, serap saja untuk kebutuhan nasional. Mereka itu bukan pasar utama,” tukasnya.***

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS