Berita > Inovasi
Percepat Hilirisasi Sawit, Cara Pemerintah Mencapai Target Pertumbuhan Ekonomi di 2029
Ilustrasi hilirisasi sawit. Foto: bpdp.or.id
Jakarta, myelaeis.com - Untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 8% pada 2029, salah satu jurus andalan adalah mempercepat hilirisasi industri, khususnya pada komoditas strategis kelapa sawit.
Kebijakan ini bukan sekadar wacana, melainkan sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Dalam dokumen itu, sawit diposisikan sebagai komoditas unggulan yang harus memberi nilai tambah lebih besar, baik bagi petani, industri, maupun negara.
Saat ini, Indonesia memiliki 193 produk turunan kelapa sawit. Pemerintah bertekad mendorong jumlah itu hingga mencapai 250 produk pada 2029.
Upaya ini diharapkan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama industri sawit dunia.
“Komoditas kelapa sawit menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk mendorong percepatan hilirisasi produk turunan,” ujar Staf Ahli Kemenko Perekonomian, Dida Gardera, saat berbicara dalam Lestari Summit 2025 di Jakarta.
Menurutnya, diversifikasi produk hilir sawit tidak hanya soal keuntungan finansial, melainkan juga menyangkut ketahanan energi, penghematan devisa, hingga isu lingkungan global.
Langkah percepatan hilirisasi juga ditopang oleh penyempurnaan regulasi, terutama melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2025 tentang penguatan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Dengan aturan ini, produk sawit Indonesia diharapkan makin diterima pasar global karena sesuai standar keberlanjutan.
Selain itu, penerapan program biodiesel berbasis sawit menjadi penopang penting. Indonesia kini sudah melangkah ke B40 atau campuran 40% biodiesel dalam solar. Program ini diproyeksikan menyerap CPO hingga 15,6 juta kiloliter.
“Artinya, kebutuhan energi kita bisa lebih banyak dipenuhi dari dalam negeri dan tidak terlalu bergantung pada impor solar,” jelas Dida.
Manfaat hilirisasi sawit tidak berhenti pada nilai ekonomi. Pemerintah menghitung, program ini mampu menghemat devisa hingga Rp147 triliun sekaligus menekan emisi gas rumah kaca sebesar 41,5 juta ton karbon dioksida ekuivalen.
Dengan begitu, strategi ini tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mendukung transisi energi dan komitmen Indonesia dalam agenda iklim global.
Tak hanya sawit, pemerintah juga menargetkan kontribusi energi terbarukan mencapai 23% dalam bauran energi primer pada 2029. Program ekonomi hijau diyakini mampu membuka lapangan kerja baru dalam jumlah signifikan.
“Investasi hijau berpotensi menciptakan 7 hingga 10 kali lipat lapangan kerja dibandingkan investasi konvensional. Tambahan sekitar 1,8 hingga 2,2 juta pekerjaan baru bisa muncul, dan ini menjadi bekal penting menuju Indonesia Emas 2045,” kata Dida.
Dengan kombinasi hilirisasi sawit, transisi energi, serta program ekonomi hijau, pemerintah optimistis target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029 bukan sekadar mimpi.
Sawit yang dulu hanya dipandang sebagai bahan mentah, kini dipacu menjadi penopang utama pertumbuhan, sekaligus kunci membuka pintu kesejahteraan baru bagi jutaan rakyat.***






