https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Petani

Syarifuddin: Saat Mengurus Sertifikat ISPO di 2017 Baru Tahu Sebagian Kebun Petani Anggota KPKS Kesepakatan Masuk Kawasan Hutan

Syarifuddin: Saat Mengurus Sertifikat ISPO di 2017 Baru Tahu Sebagian Kebun Petani Anggota KPKS Kesepakatan Masuk Kawasan Hutan

Salah satu kebun kelapa sawit yang diklaim masuk kawasan hutan. Foto: Dok

Medan, myelaeis.com - Karena kebun sawitnya diklaim masuk kawasan hutan, sebagian petani yang tergabung dalam Koperasi Petani Kelapa Sawit (KPKS) Kesepakatan hingga kini tidak lagi nyaman berusaha tani.

Diceritakan Ketua KPKS Kesepakatan, Syarifuddin Sirait klaim kawasan hutan itu terjadi sejak tahun 2017 silam. Ini pihaknya ketahui saat pengurusan sertifikat ISPO.

Kemudian pada tahun 2022, pengajuan untuk peremajaan juga gagal didapat koperasi yang berada di Desa Gonting Sidodadi Kec. Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara lantaran ada klaim kawasan hutan tadi.

"Kebun kita ini merupakan program Pir lokal yang dihadirkan pemerintah pada tahun 1986-1987. Kemudian sertifikat hak milik (SHM) pada tahun 1992. Sementara pembentukan koperasi pada tahun 2002," rincinya, Sabtu (1/11).

Pria yang akrab disapa Sirait itu mengaku heran lantaran lahan yang sudah dikelola oleh masyarakat dan bersertifikat SHM justru diklaim masuk dalam kawasan hutan. Dimana dari total lahan seluas 288 hektar ada 98 hektar masuk dalam klaim tersebut.

Kendati begitu, sejumlah langkah terus diupayakan untuk pelepasan kawasan hutan tersebut. Termasuk juga menyurati pihak KLHK untuk pelepasan kawasan hutan tersebut.

"Sampai saat ini kita belum dapat keputusan terkait permintaan kita itu. Padahal kebun tersebut adalah mata pencaharian petani yang memang sudah dikelola sejak puluhan tahun dan bersertifikat sah," tegasnya.

Lanjutnya, petani saat ini khawatir jika kebun tersebut justru menjadi salah satu target sasaran penertiban oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). 

"Yang kita takutkan juga lahan petani  menjadi sasaran atau objek pihak lain yang memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan tertentu dan merugikan petani yang selama ini hanya ikut program transmigrasi pemerintah," tuturnya.

Dengan klaim tersebut, maka petani saat ini kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendanaan program peremajaan sawit rakyat (PSR), Sarpras, pembiayaan perbankan dan lain-lain.

Paling buruknya petani terancam kehilangan mata pencaharian setelah selama ini hanya ikut program transmigrasi yang merupakan program pemerintah. 

Klaim kawasan hutan itu juga menimbulkan sejumlah dampak serius. Pertama menghambat bahkan menghalangi pelaksanaan program peremajaan sawit rakyat yang merupakan program andalan pemerintah. Lalu juga menghambat semangat mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 dan investasi di bidang perkebunan. 

"Akibat klaim itu tentu menimbulkan kecemasan dan keresahan petani sawit plasma di Indonesia atas kepastian hak kepemilikan lahan. Lalu juga meragukan keberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya, khususnya petani sawit plasma," tandas pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Aspek-Pir indonesia tersebut.***

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS