Ilustrasi B50. Foto: gapki.id
Nusa Dua, myelaeis.com - Akan dilakukan uji jalan mulai awal Desember 2025, ternyata komposisi bahan bakar nabati B50 benar-benar serius. Bukan cuma satu jenis solar, tapi dua tipe solar berbeda akan dipakai untuk melihat performa B50 di berbagai kondisi operasional.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa pengujian ini menggunakan solar konvensional bersulfur 2.000 ppm dan solar standar Euro 4 yang lebih ramah lingkungan dengan sulfur hanya 50 ppm.
Dua jenis solar ini dipilih untuk memastikan mesin tetap berjalan optimal baik di kondisi lapangan umum maupun standar emisi tinggi.
“Uji jalan B50 akan memakai solar konvensional dan solar Euro 4 untuk melihat performa menyeluruh,” ujar Eniya saat berbicara di forum 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2025 di Nusa Dua, Bali.
Sebelumnya, pemerintah sempat menguji campuran Hydrogenated Vegetable Oil (HVO) dengan B35 dan B40. Secara teknis, performanya lebih baik.
Namun, ada dua kendala besar, instalasi peralatan yang mahal dan harga HVO yang mencapai sekitar Rp24 ribu per liter. Atas dasar itulah, uji resmi difokuskan pada B50 murni tanpa campuran HVO agar tetap ekonomis untuk implementasi nasional.
Uji B50 akan dilakukan serentak di enam sektor sekaligus, yaitu otomotif, alsintan, genset, pertambangan, kereta api, dan perkapalan. Jangka waktu pengujiannya bervariasi antara dua hingga delapan bulan, menyesuaikan beban kerja tiap sektor.
Eniya menekankan bahwa program biodiesel bukan semata urusan teknologi bahan bakar, tetapi kebijakan strategis untuk memberi nilai tambah bagi petani sawit, membuka lapangan pekerjaan baru, serta mengurangi emisi karbon dari sektor transportasi.
Indonesia saat ini tercatat sebagai pengguna biodiesel terbesar di dunia. Produksinya melonjak dari 8,4 juta kiloliter pada 2020 menjadi lebih dari 13 juta kiloliter pada 2025. Pemerintah menargetkan penerapan penuh B50 pada 2030.
Manfaat program ini sudah terlihat nyata yakni penghematan devisa mencapai sekitar USD10,6 miliar per tahun, penciptaan lebih dari 41 ribu lapangan kerja, serta penurunan emisi karbon sekitar 15,6 juta ton pada tahun 2025.
Ekosistem biodiesel nasional juga semakin matang dengan dukungan 24 produsen biodiesel, 28 distributor, dan 145 terminal BBM di berbagai daerah.***






