https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Petani

Menjemput Masa Depan Kedua Tanpa Utang

Menjemput Masa Depan Kedua Tanpa Utang

Taman sela yang sengaja ditanam di antara pepohonan kelapa sawit hasil program PSR di Teramang Jaya, Kabupaten Muko-muko, Bengkulu. Foto: fauzan

Sebentar lagi pekebun kelapa sawit Mukomuko akan menikmati hasil program PSR. Tak sampai ada utang baru, karena mereka mengelolanya dengan cermat dan mengupayakan pemasukan dari tanaman sela atau sumber lain.   

Di antara hamparan tanaman kelapa sawit berumur 17 bulan nan menghijau itu, pohon-pohon pisang barangan nampak menjulang subur. Di sekitarnya menyembul subur pula tanaman sayuran seperti kacang panjang, terong dan singkong. Tanaman sela ini berjaya setelah hamparan tanaman semangka dan jagung tak bersisa lagi dipanen pemiliknya.

Hamparan kebun sawit dengan aneka tanaman sela di kawasan Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Teramang Jaya, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, itu milik Andriani. Ia merupakan satu dari 43 orang pekebun kelapa sawit swadaya tahap pertama yang menerima bantuan dana program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dua tahun lalu. 

Waktu itu,  duit bantuan program PSR masih Rp25 juta per hektare. Andriani kebagian Rp75 juta.  “Kebun saya yang diremajakan luasnya tiga hektare,” ujar anggota Kelompok Replanting Tanera Sejahtera ini kepada wartawan Elaeis, yang menyambangi kebunnya, Selasa pekan lalu. 

Andriani tampak sumringah menerima kedatangan Elaeis yang didampingi Ketua Kelompok Replanting Tanera Sejahtera, Anistion. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW Apkasindo) Provinsi Bengkulu, A. Jakfar, ikut nimbrung pula di sana. Selain pekebun sawit, Jakfar merupakan Kepala Desa Pondok Kandang, Kecamatan Pondok Suguh.           

 

Di kebun itu, Anistion banyak bercerita. Ia menuturkan, total luas lahan kebun penerima bantuan tahap pertama mencapai 91,5 hektare. “Kebun itu ada juga sebahagian ada di Desa Batu Ejung, tetangga desa kami,” tuturnya. Sekitar 40 persen pekebun membikin tanaman sela di kebun yang diremajakan. Hasil panen tanaman sela digunakan  untuk membiayai kelanjutan perawatan kelapa sawit. Pekebun yang tak membikin tanaman sela biasanya mendapat duit dari hasil usaha lain. 

Dari awal, kata Anistion,  kelompoknya sudah sepakat untuk tidak menghadirkan utang baru atas kekurangan biaya replanting. Soalnya dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB), duit yang dibutuhkan dari mulai tumbang-chipping hingga pohon kelapa sawit berada pada level 

Tanaman Menghasilkan (TM) 3, mencapai Rp50 juta. Artinya, duit yang Rp25 juta per hektar itu hanya cukup hingga P1 (tanaman berumur satu tahun setelah tanam). Karena itu pekebun harus cerdik dan hemat. Hanya tumbang-chipping dan membuat teras pada lahan  berbukit yang diupahkan kepada pihak ketiga, selebihnya dikerjakan sendiri. Mulai dari penanaman, hingga perawatan.

Untungnya SOP (standar operasional prosedur) untuk mengurus tanaman kelapa sawit itu sudah ada sehingga mereka tidak sampai  gelagapan. Selama P0 hingga P1, kelompok yang mengkoordinir pembelian pupuk dan herbisida memakai duit bantuan PSR tadi. Setelah P1, kebun diserahkan kepada masing-masing pemilik. Pengurus kelompok yang mengingatkan dan melakukan kontrol atas jadwal perawatan (pemupukan dan penyemprotan). 

 

“Alhamdulillah semua berjalan lancar, termasuk pencatatan. Pencatatan ini sangat penting lantaran kami akan menuju sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO),” ujar Anistion. Sejenak mata ayah tiga anak berusia 54 tahun  ini  tertuju pada tandan buah segar (TBS) yang sudah menyembul dari sela pelepah sawit di hadapannya itu.

Para pekebun, kata Anistion, sangat serius dan dengan senang hati mengurusi kebunnya itu. keseriusan itu juga sebagai ungkapan rasa syukur mereka atas bantuan yang sama sekali tak pernah terbayangkan sepanjang hidup mereka. Biasanya, kalaupun ada bantuan pemerintah, paling Rp50 juta untuk satu kelompok, paling tinggi Rp100 juta. Kali ini, satu orang bisa mendapat sampai Rp100 juta. 

Yang membikin pekebun semakin senang, lewat program PSR ini, mereka mendapat aturan main mengurus kebun kelapa sawit dengan benar. Dengan aturan main itu, yang tadinya tidak ada teras pada lahan berbukit, sekarang ada teras. Lalu, jalan menuju kebun yang tadinya seadanya, sekarang sudah ada jalan standar.   

Ihwal Anistion dan kelompoknya memperoleh dana bantuan PSR bermula dari informasi  di koran lokal  pada awal 2018. Dicek ke Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko,  ternyata info itu benar. Anistion pun senang sekali. Soalnya tanaman sawit swadaya di desanya rata-rata  minim hasil lantaran berumur lebih dari 20 tahun. Hasil kebunnya seluas empat hektare tidak sampai 1 ton, jauh di bawah hasil panen usia produktif yang  1 ton per hektare per bulan. Pada April 2018, kelompok Anistion mengajukan proposal, Juni 2019 sudah kontrak. Saat ini Anistion sedang mengupayakan lagi proposal tahap kedua bagi 129 anggotanya dari tiga desa.

 

Ketua DPW Apkasindo Bengkulu, A. Jakfar, mengaku senang dengan pola yang dilakukan oleh Anistion dan kawan-kawan. “Memang selayaknya seperti itu, pekebun pro aktif mengerjakan kebunnya. Pengalaman selama berkebun di periode pertama kan sudah ada. Tinggal lagi sekarang penguatannya, baik dari sisi perawatan maupun administrasi. Kalau dari awal replanting pekebun sudah mengucurkan keringat, selain hasilnya akan lebih bagus, biaya juga akan hemat,” ujarnya. 

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Mukomuko, Erri Siagian menyebut, tahun lalu realisasi PSR di Kabupaten Mukomuko sudah mencapai 1.052 hektar. Luasan itu tersebar di kecamatan Teramang Jaya, Mukomuko, Malin Deman, Selagan Raya, XIV Koto dan Air Dikit. Mereka menjalankan PSR itu seperti apa yang dilakukan oleh kelompok Anistion.
 
“Tahun ini luasan PSR kita proyeksikan sekitar 1.600 hektar. Bagi para pekebun yang sudah kebagian bantuan PSR, kami berharap agar kebunnya dipelihara dengan baik dan maksimal.   Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Mukomuko akan selalu mendampingi,” ujar Erri Siagian kepada elaeis



Naskah ini telah pernah terbit di Elaeis Magazine edisi September 2021
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS