https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Persona

Tercepat di ITSI Bekas Santri

Tercepat di ITSI Bekas Santri

Robi saat mempresentasikan hasil praktek kerja lapangan. foto: dok. pribadi

Latar belakang pendidikannya pondok pesantren. Tapi bisa lulus kuliah sawit 7 semester. 

"Mak, besok aku sidang. Mohon doa mamak supaya semua lancar ya Mak," lembut suara lelaki 22 tahun ini memebujuk emaknya saat teleponan Selasa malam lalu. 

"Iya nak, mamak doakan. Kalau soal doa, tiap harinya kau mamak doakan. Semangat ya. Jangan main-main dulu, fokus," pinta Yanti Tarigan tak kalah lembut.

Itu kali kedua Robi Alisyahbana Sinuraya menelpon emaknya setelah pekan lalu juga meminta restu dan doa yang sama. 

Esoknya, mahasiswa jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Institut Teknologi Sawit Indonesia (ITSI) ini pun menjalani sidang tugas akhir di R4 kampus yang terletak di kawasan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara itu. 

Robi saat mengikuti apel pagi di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Sawit Asahan Indonesia (SAI). foto: Dok. Pribadi.  

Dari pukul 13.00 wib hingga pukul 17.00 wib lelaki asal Desa Rambah Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau ini dijejali ragam pertanyaan. 

Baca juga: Kurnia; Suluh Perempuan Suku Anak Dalam

Dosen Pembimbing 1, Zulham Effendi, S.T., M.Sc., Eng yang memimpin sidang itu. "Alhamdulillah, sidang berjalan lancar dan saya bisa menyelesaikan kuliah hanya 7 semester," sumringah anak pertama dari dua bersaudara ini cerita kepada myelaeis.com, kemarin. 

 

Kalau bulan depan nilai sidang tadi sudah keluar, mahasiswa beasiswa sawit Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini memperkirakan Indeks Prestasi Komulatif (IPK)nya akan berada di angka 3,59. 

"Dari 60 orang seangkatan, hanya 6 orang kami yang menyelesaikan studi 7 semester," suara mahasiswa program Diploma IV ini terdengar bangga. 

Sebetulnya, tak pernah terbayangkan oleh Robi bakal bisa lulus menjadi mahasiswa beasiswa sawit. Soalnya boleh dibilang dia santri tulen. 

Setingkat SMP, dia selesaikan di Pondok Pesantren Khalid Bin Walid di kawasan Pematang Berangan, Rambah. Tak jauh dari rumah orang tuanya. 

Lalu setingkat SMA, dia tuntaskan di Pondok Pesantren Ar-Royyan Al-Islami di kawasa Aliantan, Kecamatan Kabun, di kabupaten yang sama. Selama mondok di sini, Robi selalu berada di lima besar.

"Saya lulus tahun 2019, tapi sesuai aturan pondok, yang sudah lulus musti pengabdian dulu setahun di SD Ar-Royyan Al-Islami," kenangnya. 
  
Saat pengabdian inilah teman sekampungnya, Dedi Astoni mengasi tahu ada beasiswa BPDPKS. Dedi sendiri kemudian lulus di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY). 

Beres pengabdian, Robi menjajal keberuntungan. Dia bersama 14 orang Rohul ikut menjalani sederet tes. Pilihan pertamanya ITSI tadi. 

Seorang perempuan yang selalu dipanggil Robi, Sri, turut berjasa mengantar lelaki ini meraih beasiswa itu. Sri banyak memberikan bimbingan. 

 

Tak terkecuali Tedi Susilo, Ketua Bidang SDM DPW Apkasindo Riau, yang memang sedari awal ada beasiswa sawit, telah getol mendorong anak-anak Riau untuk bisa mendapatkan beasiswa itu. 

Robi ngebet masuk teknik lantaran sebetulnya dulu dia ingin masuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sayang, ayahnya, Budi Sinuraya, melarang. "Nanti kau bandel, masuk pesantren saja," begitulah titah lelaki 50 tahun ini pada saat itu. 

"Hanya saya dan Rodi Ardiansyah yang lulus. Rodi lulus di AKPY, sekarang dia sudah kerja di Pabrik Kelapa Sawit (PKS)," katanya. 

Lantaran tak punya bekal sama sekali selain bermodalkan anak petani sawit, sempat juga Robi kelimpungan. 

Tapi dasar lelaki petarung, dia belajar sendiri dan langsung memasang target kelar; 3,5 tahun! "Kalau hanya fokus kuliah, sebenarnya siapapun bisa menyelesaikan studinya 7 semester. Ini untuk mereka yang DIV ataupun S1. Yang penting gigih," katanya. 

Itu pula yang dipraktekkan oleh Robi. Begadang pun dia jabani untuk menuntaskan seabrek laporan praktikum di semester 3 hingga 5. 

Saking fokusnya, Robi tak lagi menghiraukan perusahaan yang saban minggu datang ke ITSI untuk mengeker calon-calon karyawan. "Saya ingin memberesi kuliah dulu. Soal kerjaan, nanti saja," lelaki ini membatin. 

Obrolan Rutin Ba'da Maghrib

Selama menjadi mahasiswa beasiswa sawit, Robi cuma dua kali pulang kampung. Itu tak lepas dari seriusnya dia untuk menuntaskan kuliah. 

Setelah Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PKS PT. Sawit Asahan Indah (SAI), anak perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk di kawasan ujungbatu Rohul lah baru dia bisa pulang saban pekan. Ini berarti, ada sekitar 10 kali dia bolak-balik Rambah dan tempat PKL.  

 

Selama sering pulang inilah Robi selalu berbaur dengan warga sekitar, khususnya di sela waktu maghrib dan Isya. Yang diobrolin seputar sawit. 

"Kami ngobrolnya di masjid. Banyaklah yang kami obrolkan soal sawit. Saya share ilmu yang saya dapat kepada mereka," ujar Robi. 

Mulai dari gimana memilih bibit yang bagus, menanam, hingga merawat. "Saya selalu bilang kepada mereka agar jangan sembarangan menanam bibit. Sebab bila yang ditanam itu bibit yang salah, efeknya sampai 30 tahun. Gimana pula kita akan mendapatkan hasil yang unggul kalau yang ditanam bukan bibit unggul," begitulah Robi mengingatkan. 

Gara-gara obrolan itu pula tak jarang Robi dititipi masyarakat untuk membelikan bibit unggul tadi. 

Robi melakukan itu semua, selain lantaran dia mahasiswa sawit, juga lantaran orangtuanya petani sawit. Sama kayak tetangganya itu. 

Budi dan Yanti memboyong Robi ke Rambah pada 2005 silam. Di sanalah keluarga ini membangun peruntungkan setelah Pancur Batu, Deli Serdang dianggap sudah tak lagi menjanjikan. 

Waktu itu Budi bekerja di pabrik meuble dan Yanti di pabrik kacamata. "Ayah saya punya kebun sawit 3 hektar," terangnya.  

Sekarang, kuliah sudah rampung. Robi pun sudah terpikir untuk mencari pekerjaan. "Saya ingin membalas jasa orang tua dulu. Syukur-syukur nanti BPDPKS membuka beasiswa S2, saya ingin ikut tes," lelaki ini tertawa tapi kemudian kembali ngomong serius.

Dia mengatakan bahwa beasiswa S2 BPDPKS tadi bukan dia saja yang ingin, tapi banyak. Sebab tak semua lulusan beasiswa sawit itu yang berminat ke dunia kerja. 

"Banyak juga yang ingin menjadi dosen, khususnya yang perempuan.  Itulah makanya kami berharap BPDPKS membuka peluang S2 tadi," katanya. 

Akankah kelak BPDPKS akan membuka peluang ini? Kita lihat saja... 



 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS