https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Ragam

Rencana Restorasi Gambut 6 Juta Hektar, Terluas di Riau

Rencana Restorasi Gambut 6 Juta Hektar, Terluas di Riau

Proses restorasi gambut akan dilakukan, termasuk di dekat area konsesi perkebunan sawit. Foto: wetland

"Supaya sukses, restorasi laham gambut  perlu dikerjakan bersama lintas sektor dan lintas wilayah."

DARI 6 juta hektar rencana luas lahan untuk program restorasi gambut oleh pihak Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang terluas di Provinsi Riau, yaitu  2,4 juta hektar.

Selanjutnya, bila melihat paparan dari peneliti PREE BRIN, Nurul Silva Lestari, seperti dikutip, Senin (15/4), adalah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) sebanyak 1 juta Ha.

"Serta di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) sebanyak 0,9 juta Ha. Sisanya tersebar mulai di beberapa daerah lainnya di tiga pulau, yakni Kalimantan, Sumatera, dan Papua," tegas periset PREE pada BRIN, Nurul Silva Lestari.

Ia lalu mengungkapkan model-model restorasi lahan gambut yang dilakukan di Indonesia antara lain pembasahan ulang atau rewetting, penanaman kembali atau revegetasi.

"Dan revitalisasi penghidupan masyarakat setempat yang mendukung proses restorasi lahan gambut tersebut," ucap Nurul Silva Lestari.

Selain itu, Nurul mengatakan, berdasarkan hasil kajian analisis data yang ada, prioritas restorasi adalah lahan bekas terbakar. 

Kata dia, proses restorasi memang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran yang berulang danmemperlambat proses degradasi gambut itu sendiri.

“Pada lahan gambut yang rusak dan berada di area konsesi (perkebunan - red) tentu tidak memungkinkan dilakukan penanaman kembali atau revegetasi," kata Nurul.

"Hal ini terjadi lantaran lahannya sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit atau pun hutan tanaman," Nurul menambahkan. 

"Karena itu, kami melihat praktik yang mungkin dilakukan adalah menerapkan manajemen muka air gambut melalui pembuatan sekat kanal,“ tutur Nurul lebih lanjut.

Sementara itu Manajer Senior Karbon Kehutanan dan Perubahan Iklim
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Nisa Novita, memberikan gambaran terkait proses restorasi 6 juta Ha lahan gambut yang sedang direncanakan.

Kata Nisa yang menjadi bagian dari peneliti restorasi lahan gambut ini, proses restorasi juga perlu mempertimbangkan kesatuan hidrologis gambut (KHG).

Atau, kata dia, mempertimbangkan ekosistem gambut yang pada umumnya terletak di antara dua sungai, atau pun di antara sungai dengan laut atau rawa-rawa. 

Nisa Novita mengungkapkan, pengelolaan lahan gambut dalam satu KHG tersebut akan saling mempengaruhi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

“Kami menyediakan pilihan-pilihan area restorasi berdasarkan tiga variabel utama yaitu luas jaringan kanal, area bekas kebakaran, dan lahan yang berstatus kritis,” kata Nisa.

Nisa juga menyoroti isu terbesar yang perlu diperhatikan dalam asesmen risiko dalam restorasi masih menyangkut permasalahan teknis, manajemen dan sosial. 

Temuan ini, kata dia, menunjukkan  pelaku restorasi gambut perlu serius menyoroti masalah teknis seperti kejadian kebakaran, serta ketinggian muka air pada musim kemarau dan hujan.

“Pada konteks manajemen, para pelaku restorasi harus berkolaborasi untuk menyelaraskan program mereka yang saling berhubungan," kata Nisa menyarankan.

Serta, tutur Nisa lebih lanjut, ketiadaan program restorasi gambut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. 

"Nah, supaya sukses, restorasi laham gambut ini perlu dikerjakan bersama lintas sektor dan lintas wilayah,” ucap Nisa Novita.

Nisa meyakinkan bahwa kesuksesan restorasi gambut akan mempercepat tercapainya target komitmen iklim Indonesia.

Hal ini, ungkapnya, sudah termuat dalam Dokumen kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC).

Khususnya, sambung Nisa, pada sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. 

Berdasarkan penelitan YKAN dan mitra, Nisa bilang restorasi gambut berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 172 juta ton CO2 per tahun. 

Nisa mengingatkan, momentum peringatan Hari Lahan Basah Sedunia beberapa waktu yang lalu kiranya membangkitkan semangat kolaborasi bersama semua pihak.

"Guna menjaga dan mengupayakan restorasi lahan basah termasuk gambut guna kelestarian Indonesia," tegas Manajer Senior Karbon Kehutanan dan Perubahan Iklim YKAN, Nisa Novita.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS