https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Ragam

Dua Kekuatan Besar Terkesan Enggan Membantu

Dua Kekuatan Besar Terkesan Enggan Membantu

Ilustrasi program PSR. Foto: Dok. Elaeis

"Para petani sawit plasma tak bisa ikut Program PSR karena sikap kaku pihak perusahaan inti mereka."

SUDAH mulai dilaksanakan sejak 2017, kenapa sejauh ini program peremajaan sawit rakyat (PSR) terkesan belum juga kunjung tuntas sesuai target yang dibebankan setiap tahun. Apa masalahnya?

Menurut konsultan bidang perkelapasawitan, Dr Ir Sugito Loso MM MSI, setelah diteliti, kelambanan realisasi PSR bukan hanya disebabkan oleh petani sawit, melainkan ada dua kekuatan besar yang seharusnya mendukung, malah terkesan enggan membantu.

"Dua kekuatan yang saya maksud adalah birokrasi dan korporat sawit sendiri selaku inti," kata Sugito Loso, kemarin.

Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) asal Kota Medan yang kini bermukim di Kota Lubuklinggau, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ini menguraikan lebih lanjut.

"Pemda, dalam hal ini Dinas Perkebunan di tingkat kabupaten, sering tidak siap dan tidak sigap membantu petani dalam program PSR ini," kata alumni Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Medan ini.

Ia menceritakan pengalamannya saat menjadi tenaga pendamping untuk petani sawit di beberapa daerah, khususnya di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Provinsi Sumsel, dan Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) beberapa tahun yang lalu.

"Waktu itu sebelum pandemi Covid-19 melanda. Petani sawit yang saya dampingi kesulitan untuk urusan administrasi di Dinas Perkebunan setempat," ujarnya.

"Yang di Kabuparen Muratara adalah para petani sawit di Kecamatan Nibung, sementara yang di Kabupaten Labuhanbatu adalah yang di Kecamatan Pangkatan," kata dia lebih lanjut.

Sugito Loso mengaku belum mendapat kabar terbaru soal kelanjutan pelaksanaan program PSR di Kecamatan Pangkatan.

Tetapi, ujarnya, program PSR di Kecamatan Nibung hingga sekarang belum pernah terealisasi.

Begitu juga dengan kekuatan lainnya, yaitu korporat, yang disadari atau tidak, juga membuat program PSR tidak bisa direalisasikan dengan cepat.

"Berdasarkan pengalaman pendampingan yang saya lakukan, para petani sawit plasma tak bisa ikut Program PSR karena sikap kaku pihak perusahaan inti mereka," kata Loso.

Loso enggan membeberkan nama-nama perusahaan sawit yang dimaksudnya lebih lanjut. Tetapi ia memastikan kalau perusahaan sawit tersebut berskala besar.

"Semua berkas administrasi petani sawit sudah oke, tinggal surat kepemilikan lahan petani yang masih di tangan pihak perusahaan inti," ia melanjutkan.

Lalu, sampai batas waktu yang ditentukan ternyata surat kepemilikan lahan petani tak kunjung dikeluarkan pihak perusahaan.

"Pihak perusahaan beralasan mereka sendiri yang akan memproses Program PSR untuk petani plasma mereka, walau kerjasama kemitraan antara perusahaan dan petani sudah lama berakhir," beber Loso.

Tetapi hingga saat ini, kata dia, ternyata pihak perusahaan tak kunjung merealisasikan janji dan surat lahan petani pum masih ditahan.

"Petani sawitnya pernah datang ke saya, curhat kalau tanam sawit mereka sudah usia tanam 30 tahun belum juga di-replanting.," ucap Sugito Loso.

"Padahal kalau surat kepemilikan lahan diberi perusahaan ke petani, tentu BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit -red) sudah mendanai PSR-nya petani sawit," tegas Sugito Loso.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS