"Banyak kebun sawit rakyat berada dalam kawasan hutan."
PERSOALAN kenapa realisasi program sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) terkesan seret, menarik menyimak pendapat pakar sawit nasional, Dr Tungkot Sipayung.
"Salah satu prinsip ISPO adalah kepatuhan pada peraturan pemerintah di Indonesia. Nah, berapa banyak korporasi sawit sudah memenuhi kewajiban membangun kebun masyarakat 20 persen dari IUP atau HGU-nya? Ini juga debatable dan mesti diselesaikan," ujarnya.
Selain itu, menurut Tungkot, persoalan lain yang menjadi kendala realisasi sertifikasi ISPO, yaitu legalitas lahan perkebunan, khususnya perkebunan sawit rakyat.
"Untuk sertifikasi ISPO, legalitas lahan dan kepatuhan pada peraturan perundangan harus clear," kata Tungkot, Selasa (16/4).
Menurutnya, sampai saat ini kebun sawit rakyat sebagian besar belum tuntas legalitasnya. "Banyak kebun sawit rakyat berada dalam kawasan hutan," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa masalah legalitas lahan ini menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah. Jika legalitas lahan kebun rakyat ini tuntas, dia yakin sertifikasi ISPO akan semakin mudah.
"Legalitas kebun sawit yang belum selesai adalah masalah utama. Yang bisa selesaikan legalitas itu hanya pemerintah, tidak ada pihak lain yang berwenang dan bisa menyelesaikannya," tandasnya.
Dia melanjutkan, kepatuhan perusahaan pada kewajibannya membangun kebun plasma 20 persen dari luas hak guna usaha (HGU)-nya, juga harus diselesaikan.