"Semua pabrik kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko menurunkan harga TBS kelapa sawit."
PENURUNAN harga pembelian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit oleh sejumlah pabrik pengolahan minyak kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, dikaitkan dengan penurunan harga minyak mentah kelapa sawit (CPO) di pasar global.
Menyikapi hal itu, Sekretaris DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Bengkulu, John Simamora meminta, pemerintah mencari solusi jangka panjang dengan melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk petani, pabrik, dan ahli ekonomi lokal, untuk merumuskan strategi yang dapat mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi harga di pasar global.
"Kami harap pemerintah bisa mencari solusi jangka panjang, jangan sampai hal itu terus terjadi setiap tahunnya di Bengkulu," ungkap John.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Iwan Cahaya membenarkan harga TBS kelapa sawit di Mukomuko telah mengalami penurunan. Bahkan beberapa pabrik telah menurunkan harga hingga Rp 120 per kilogram.
"Harga TBS kelapa sawit terus turun seperti di PT Bumi Mentari Karya telah turun dari Rp2.520 per kg menjadi Rp2.400 per kg. Penurunan ini mengikuti tren harga CPO dunia yang juga mengalami penurunan," ujar Iwan, Senin (22/4).
Ia menambahkan, penurunan tidak hanya terjadi di PT Bumi Mentari Karya saja, dari 11 pabrik di wilayah Kabupaten Mukomuko menunjukkan penurunan serupa di pabrik lain. PT Surya Andalan Primatama dan PT Usaha Sawit Mandiri juga melaporkan penurunan harga sebesar Rp100 per kilogram, sementara tujuh pabrik lainnya mengalami penurunan sebesar Rp 50 per kilogram.
"Semua pabrik kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko menurunkan harga TBS kelapa sawit," tambah Iwan.
Iwan berharap harga sawit akan segera pulih. Sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan petani di Kabupaten Mukomuko.
"Kami berharap harga akan kembali meningkat untuk meningkatkan kesejahteraan para petani, terutama saat ini, dimana musim panen sawit tidak begitu menguntungkan dengan adanya 'musim trek' yang berdampak pada berkurangnya jumlah buah," tutur Iwan.
Meski begitu, Iwan mengaku, penurunan harga ini menunjukkan dinamika pasar CPO yang kompleks, di mana faktor global dan lokal sama-sama berperan dalam menentukan harga di tingkat petani. Ini mempengaruhi tidak hanya petani besar tetapi juga ratusan petani kecil di Mukomuko yang bergantung pada komoditas ini untuk penghidupan mereka.
"Dampaknya meluas ke berbagai aspek, tidak hanya ekonomi tetapi juga sosial, seperti yang diungkapkan oleh salah satu petani kecil," pungkasnya