"Inilah yang sedang kita sosialisasikan kepada petani. Yakni melakukan balik nama."
SEJUMLAH kendala dan permasalahan menghambat realisasi Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO. Termasuk di Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).
Di daerah ini, faktor yang menjadi penghambat ISPO adalah banyaknya kebun petani yang belum atas nama sendiri.
Ketua Apkasindo Landak, Cendra Sunardi menjelaskan rata-rata kebun kelapa sawit di Kabupaten Landak dibangun pada tahun 1982 yang saat ini kebun tersebut dihibahkan kepada anak-anak petani sebelumnya. Sementara nama atas kebun tersebut belum diubah menjadi atas nama para anak-anaknya tersebut.
"Nah memang rata-rata sertifikat kebun beda nama pemilik. Nama disertifikat beda dengan KTP pengelola kebun terbaru. Nah ini jadi masalah," papar Cendra, Senin (22/4).
Cendra menambahkan, saat ini banyak petani hanya memiliki surat keterangan hibah atau surat keterangan beda nama. Sementara untuk pengurusan ISPO kebun harus sesuai dengan nama pemilik kebun.
"Inilah yang sedang kita sosialisasikan kepada petani. Yakni melakukan balik nama," ujarnya.
Kendati begitu, ada beberapa kebun yang dikelola oleh koperasi sudah mendapatkan sertifikasi ISPO. Seperti 200 hektar kebun milik koperasi Titian Sejahtera yang belum lama ini keluar.
"Kalau dari total pengajuan, kita sempat mendata sudah ada 60% kebun di Landak yang persyaratannya sudah lengkap. Jadi memang tinggal pengajuan dan proses ISPO itu sendiri," tandasnya.
Seperti diketahui, ISPO saat ini tengah digalakkan pemerintah agar dimiliki oleh petani kelapa sawit di Indonesia.
Bahkan beberapa waktu belakangan ini DirjenBun sempat menerbitkan Surat Edaran Nomor 286/KB.410/E/2024 untuk mengingatkan kewajiban pengusaha kelapa sawit untuk memiliki sertifikat tersebut.