"Kami harus mengikuti pergerakan pasar CPO global untuk tetap bersaing."
SEJUMLAH pabrik kelapa sawit (PKS) di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, kembali menerapkan kebijakan tam populer: menurunkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.
Menurut Pengamat Ekonomi di Bengkulu, Dr Retno Agustina SE MM, penurunan harga CPO dan TBS kelapa sawit ini bisa menjadi sinyal peringatan bagi industri perkebunan di Kabupaten Mukomuko.
"Kami pikir industri perkebunan perlu memperhatikan kondisi pasar dan meningkatkan strategi pengelolaan harga agar tidak merugikan petani," ujar Retno.
Salah seorang petani di Mukomuko, Samosir (37) mengungkapkan kekhawatirannya. Menurutnya, penurunan harga TBS kelapa sawit membuat petani semakin sulit dalam menghadapi biaya produksi yang semakin tinggi.
"Penurunan harga TBS kelapa sawit tentu memberikan dampak negatif bagi kami para petani. Semakin rendah harga, semakin sulit bagi kami untuk bertahan dalam menghadapi biaya produksi yang semakin tinggi," ujar Samosir.
Menurut Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Iwan Cahaya, beberapa Pabrik Kelapa Sawit, seperti PT. MMIL, PT.KAS, PT. GSS, dan PT. KSM, masing-masing menurunkan harga beli TBS kelapa sawit sebesar Rp 40-Rp 50.
Dimana saat ini harga TBS kelapa sawit di PT MMIL menjadi Rp 2.250 per kilogram dan PT KAS menjadi Rp 2.240 per kilogram, PT GGS Rp 2.350, dan PT KSM Rp 2.170 per kilogram.
"Kalau hari sebelumnya turun Rp 50 per kilogram, saat ini harga beli TBS kelapa sawit turun Rp 40 hingga Rp 50 per kilogram," kata Iwan, Selasa (23/4).
Penurunan tersebut terjadi seiring dengan penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) dari Rp 12.460 per kilogram menjadi Rp 12.182 per kilogram. Situasi ini mengguncang para petani kelapa sawit di daerah tersebut, yang sudah merasa tertekan dengan beban biaya produksi yang terus meningkat.
"Tentu saja penyebab penurunan itu adalah harga CPO yang menurun, sehingga membuat petani semakin tertekan karena beban biaya yang meningkat," tuturnya.
Di sisi lain, salah satu perwakilan PT. GSS, Hadi Prayogo, membenarkan keputusan perusahaan dalam menyesuaikan harga.
"Kami harus mengikuti pergerakan pasar CPO global untuk tetap bersaing. Namun, kami juga akan berupaya untuk tetap memberikan keuntungan yang wajar bagi petani mitra kami," pungkasnya.