https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Persona

Buruh Pemanen Sawit Ini Punya Hasrat Besar: Ingin Menyekolahkan Anak-anaknya Setinggi Mungkin

Buruh Pemanen Sawit Ini Punya Hasrat Besar: Ingin Menyekolahkan Anak-anaknya Setinggi Mungkin

Benni bersama buah sawit yang siap dipanen. Foto: Gunawan

Benni mengaku khawatir dengan produktivitas sawit yang terus menurun karena faktor usia. 

KENDATI hanya berprofesi sebagai buruh sawit dengan penghasilan yang jauh dari cukup, tapi Benni punya cita-cita mulia, yaitu ingin menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin.

"Saya akan menyekolahkan anak-anak saya setinggi-tingginya agar kehidupan mereka lebih baik dari kami orang tuanya," ungkap Benni, yang memiliki tiga anak.  Si sulung sudah duduk di bangku kelas lima SD.

Menurut Benni, apa saja akan  dikerjakan asalkan halal agar anak-anak bisa tetap bersekolah.

Hasrat menyekolahkan anak-anak setinggi mungkin dimiliki Benni di tengah penghasilannya sebagai buruh sawit yang tidak seberapa. "Semoga selalu ada jalan (untuk menyekolahkan anak-anak)," katanya.

Mengilas-balik jauh ke belakang, karena tekanan ekonomi, Benni terpaksa dititipkan kedua orang tuanya di rumah sang nenek di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Benni pun melalui masa kecilnya di kota itu.

Tanpa kasih sayang orang tua, dan juga karena kondisi ekonomi yang pas-pasan, di usia remaja Benni putus sekolah. Ia lalu mencari pekerjaan untuk membantu keuangan keluarganya.

"Ternyata susah nyari kerja. Apalagi saya cuma tamat SMP. Makanya kerja beginilah, jadi pemanen sawit, gak butuh ijazah," ucap pria berusia 34 tahun itu saat ditemui di Desa Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan. Sumatera Utara, Sabtu (2/3).

Bapak tiga anak ini sesekali menyeka keringat di keningnya. Maklum, dia sedang rehat setelah memanen puluhan pokok sawit. Masih ada puluhan batang sawit lagi yang akan dia panen. 

Namun pria yang murah senyum ini tak keberatan bercerita bagaimana akhirnya dia menggantungkan ekonomi keluarga dari pekerjaan sebagai buruh panen sawit.

Dia berkenalan dengan kebun sawit ketika diajak temannya merantau ke Kota Pekanbaru, Riau. Awalnya kerja serabutan, tapi akhirnya mereka terdampar di kebun sawit karena di kota ini ternyata tak mudah mendapatkan pekerjaan. Hanya butuh waktu singkat, Benni sudah menguasai teknik memanen sawit.

Terus berpindah dari kebun yang satu ke kebun sawit yang lain, dari kabupaten yang satu ke kabupaten lain, Benni akhirnya sampai ke Medan dan berkeluarga.

Di Medan, Benni meneruskan profesi sebagai pemanen sawit. "Sudah belasan tahun kerja begini. Makanya hitam, terbiasa kena panas dan hujan," ujarnya, tersenyum.

Meski terasa melelahkan, Benni pantang menyerah karena anak-anaknya semakin besar. 

Sekarang dia bekerja di dua kebun. Satu di Kwala Bekala, satu lagi di Penampeng, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. "Upahnya kecil, cuma Rp 200.000 sekali panen. Dalam sebulan sawit hanya panen dua kali," sebutnya.

Meski kebun tersebut bukan miliknya, Benni mengaku khawatir dengan produktivitas sawit yang terus menurun karena faktor usia. 

Ketinggian pohon sawit yang mencapai 13-15 meter juga cukup menyulitkan proses pemanenan. "Kalau dirawat, diberi pupuk, sawit-sawit ini masih bisa dipanen hingga tiga tahun ke depan," tukasnya.

Dia mengaku upah dari memanen sawit tak cukup untuk kebutuhan keluarga. Karena itulah, ketika tidak sibuk memanen, Benni terus mencari pekerjaan tambahan. 



 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait