https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Inovasi

Kelapa Sawit, Opsi Baru untuk Pakan Ayam?

Kelapa Sawit, Opsi Baru untuk Pakan Ayam?

Ilustrasi bungkil sawit. Foto: Dok. Elaeis

"Indonesia memiliki sumber biomassa sangat melimpah untuk menjadi sumber pakan, seperti bungkil inti sawit."

KELAPA sawit --- termasuk di antaranya bungkil inti sawit-- sedang dipelajari oleh  Pusat Riset Peternakan Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
sebagai salah satu opsi sumber untuk bahan pakan ternak ayam.

Opsi kajian itu, seperti dikutip dari laman BRIN, Kamis (25/4), terungkap dalam sebuah webinar yang dilakukan pihak BRIN dengan stakeholder industri peternakan ayam.

Dalam sambutannya Kepala ORPP BRIN, Puji Lestari menyampaikan bahwa permasalahan mendasar industri peternakan ayam tidak terlepas dari komponen utama pakan ayam yang sangat tergantung impor. 

Jadi, kata Puji, ketika ada fluktuasi harga bahan pakan impor maka berdampak signifikan terhadap industri peternakan dalam negeri.

“Kita merupakan negara megabiodiversitas, mestinya mampu mendapatkan sumber pakan alternatif untuk ternak dari sumber daya lokal,” ungkap Puji.

Kepala PR Peternakan ORPP BRIN, Tri Puji Priyatno, menjelaskan pakan ternak menjadi komponen produksi yang sangat memberatkan peternak.

Karena, kata dia, sumber protein utama dalam pakan ternak masih sangat tergantung impor.

“Kandungan sumber pakan import dalam pakan ternak memang hanya sekitar 35 persen, tapi nilai biayanya mencapai 60 persen sampai 70 persen," ucapnya 

"Kalau kita bisa menekan hingga 40 persen sampai 50 persen biaya pakan impor dalam pakan ternak mungkin dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi dalam industri peternakan,” rincinya.

Sebenarnya, kata Tri Puji, potensi untuk menekan biaya pakan impor dalam industri peternakan kita sangat memungkinkan.

Karena, kata dia, 90 persen sampai 95 persen pakan ayam berasal dari bahan nabati.

"Dan Indonesia memiliki sumber biomassa yang sangat melimpah untuk menjadi sumber pakan, seperti bungkil inti sawit,” sambungnya.

Tri menjelaskan, ayam ras dikenal sangat responsif dan tergantung terhadap kandungan pakan tinggi protein dari sumber pakan tertentu.

"Misalnya bungkil kedelai itu selama ini 100 persen kita impor," ungkap Tri Puji Priyatno.

Pada kesempatan yang sama, Arnold Parlindungan Sinurat selaku pakar nutrisi unggas BRIN mengungkapkan strategi untuk peningkatan efisiensi produksi.

Ia menyarankan agar stakeholder peternakan ayam, termasuk peternak mandiri, menggunakan bahan pakan tersedia yang harganya relatif lebih murah. 

Namun, kata dia, penggantian atau pengurangan bahan pakan harus menerapkan prinsip-prinsip formulasi pakan yang benar.

Selanjutnya, ia menyarankan agar diterapkan teknologi nutrisi seperti menggunakan imbuhan pakan yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan meningkatkan produksi.

Parlindungan juga menyarankan agar ada upaya peningkatan kesehatan ternak atau biosekuritas dan imunitas, serta upaya agar bisa memperpanjang waktu pemeliharaan masa bertelur, 

“Pakan ayam petelur Indonesia umumnya  terdiri dari jagung, bekatul, bungkil kedelai, tepung daging, dan tulang," kata Arnold Parlindungan Sirait. 

"Bila ada bahan pakan yang sulit diperoleh, maka kita perlu mencari bahan pakan yang ekonomis,” imbuhnya.

Arnold  menambahkan sebagai contoh, tingginya harga jagung akhir-akhir ini, bisa diganti atau dikurangi dengan menggunakan gandum, sorghum, singkong dan produk sawit. 

Namun, kata dia, kandungan gizi terutama protein, asam amino, energi metabolis, mineral phosphor dan kalsium harus diketahui.

"Dan juga jika ada faktor-faktor pembatas dalam penggunaan suatu bahan pakan. Formulasi dapat dilakukan dengan metode formulasi yang akurat," tegas Arnold Parlindungan Sirait.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS