https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Petani

Sawit vs Kakao: Menyoal Ironi Petani di Bengkulu

Sawit vs Kakao: Menyoal Ironi Petani di Bengkulu

Ilustrasi petani kakao. Foto: rri.co.id

"Kondisi ini menunjukkan pentingnya diversifikasi dalam pertanian."

KOMODITAS perkebunan "akrab" dengan apa yang disebut dengan fluktuasi harga, yang terkadang terjadi dengan selisih yang amat tajam. Satu misal adalah biji cokelat atau kakao kering.

Siapa bisa mengira, satu misal, harga biji kakao kering di Provinsi Bengkulu saat ini sudah hampir menjangkau angka Rp100.000 per kilogram (kg)? Padahal sebelumnya jauh di bawah angka itu, hanya 1/3 saja.

Yang kemudian menjadi masalah, sejumlah petani di daerah itu sudah terlanjur menebangi batang kakao yang pernah menjadi komoditas andalan, diganti dengan tanaman kelapa sawit.

Kondisi ini menyulut keprihatinan banyak pihak, termasuk Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Bengkulu, John Simamora.

"Kami prihatin melihat harga biji kakao kering melonjak tiga kali lipat dari harga sebelum lebaran Idul Fitri. Sementara harga kelapa sawit stagnan dan menurun," ungkapnya.

Saat ini harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit bertahan di angka Rp 2.300 per kilogram, sementara harga biji kakao kering melonjak drastis hingga mencapai Rp 100 ribu per kilogram. 

John memposisikan kondisi yang tengah terjadi sebagai tantangan bagi petani sawit di Bengkulu, karena sebelumnya rata-rata mereka adalah sebagai petani kakao. 

John mengenang, dulu di daerah itu banyak petani kakao. Beralih ke sawit karena melihat sawit punya harga kala itu. "Tapi sekarang kakao malah punya harga, ya pasti mereka yang pernah punya kebun kakao kecewa berat," bebernya.

Tak kurang kondisi itu membuat sejumlah petani sawit terkejut, terutama mereka yang sudah mengganti komoditas di kebunnya dari kakao ke kelapa sawit.

Siti Rahmah, seorang petani kakao dan sawit di Kabupaten Seluma, mengungkapkan tidak pernah berharap harga biji kakao kering melonjak. Malah dirinya berharap harga TBS kelapa sawit yang naik.

Fenomena itu, menurut ekonom dari Universitas Bengkulu, Dr Retno Agustina Ekaputri SE MM, mestinya disikapi para petani dengan bijak dengan menjadikan diversifikasi sebagai langkah penting dalam berusaha tani.

"Kondisi ini menunjukkan pentingnya diversifikasi dalam pertanian. Petani perlu dipacu untuk tidak hanya bergantung pada satu komoditas, namun juga mengembangkan komoditas lain yang memiliki prospek baik," ujarnya.

Meskipun demikian, menurut Retno, tantangan besar tetap ada di depan. Kenaikan harga biji kakao kering yang tidak seimbang dengan harga kelapa sawit menunjukkan ketidakstabilan dalam sektor pertanian.

Menurut Retno, langkah-langkah konkret perlu segera diambil untuk mengatasi ketimpangan ini dan memastikan keberlanjutan ekonomi petani di Bengkulu.

"Tantangan ke depan pasti ada, makanya ketika harga komoditas naik, pasti nanti ada juga turunnya," pungkas Retno.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS