"Kesejahteraan buruh harus menjadi prioritas."
APA arti peringatan Hari Buruh atau May Day yang diperingati setiap tahun setiap tanggal 1 Mei?
Deden, seorang buruh perkebunan kelapa sawit di Provinsi Bengkulu, mengaku tidak tahu banyak soal itu. Yang dia tahu dan pastikan hanya satu:tidak pernah mendapatkan upah yang layak.
Deden mengaku dalam sehari menerima pendapatan kurang dari Rp 90 ribu. "Kami bekerja keras setiap hari, tetapi upah yang kami terima tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujar Deden.
Deden berharap, pemerintah bisa mendengarkan keluhan mereka. Sehingga mereka bisa mendapatkan upah yang layak. "Kami berharap pemerintah dapat mendengarkan keluhan kami dan memberikan solusi yang tepat," tambahnya.
Secara umum, hingga tahun 2024 ini upah yang diterima Deden --dan dekuan banyak buruh sawit lainnya-- masih jauh dari kata layak. Dengan upah Rp 200 per kilogram TBS kelapa sawit yang dipetik, kondisi keuangan mereka terus berada di ujung tanduk.
Ketua KSPSI Provinsi Bengkulu, Aizan Dahlan, dalam sebuah pernyataan pada peringatan Hari Buruh Internasional, menyoroti nasib buruh di daerah Bengkulu.
Ia menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengambil tindakan nyata untuk memperbaiki kondisi para buruh, terutama yang bekerja di perkebunan sawit.
"Kesejahteraan buruh harus menjadi prioritas, dan upah yang layak harus segera diwujudkan," tegas Aizan, Rabu (1/5).
Menyikapi hal ini, pihak perusahaan perkebunan sawit di Bengkulu juga memberikan tanggapan. Mereka menyatakan kesediaannya untuk berdiskusi dengan pemerintah dan serikat pekerja untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak.
"Kami sadar akan pentingnya kesejahteraan buruh, dan kami siap bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut," ungkap seorang perwakilan perusahaan yang enggan disebutkan namanya.
Namun demikian, beberapa aktivis hak buruh menilai bahwa tindakan yang diambil oleh pemerintah dan perusahaan masih belum memadai. Mereka menyerukan perlunya langkah konkret yang dapat meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi buruh perkebunan sawit di Bengkulu.
"Hari Buruh Internasional harus menjadi momentum bagi kita semua untuk bersatu dalam menciptakan perubahan yang positif bagi kaum pekerja," ungkap Ali Akbar seorang aktivis di Bengkulu.
Tidak hanya dari segi upah, kondisi kerja yang tidak manusiawi juga menjadi perhatian serius. Beberapa laporan telah mencatat adanya pelanggaran hak asasi manusia di perkebunan sawit tersebut. Hal ini menambah urgensi untuk segera bertindak dalam menangani masalah ini.
"Kami minta pemerintah daerah dan perusahaan perkebunan bisa berkomitmen untuk menjaga kesejahteraan buruh dan berjanji melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang ada, serta berupaya meningkatkan pengawasan terhadap praktik-praktik yang merugikan buruh," tutur Ali.
Meskipun demikian, langkah konkret dan implementasi kebijakan masih menjadi tanda tanya besar bagi para buruh perkebunan sawit di Bengkulu. Mereka berharap agar bukan hanya janji-janji kosong, tetapi tindakan nyata yang dapat memberikan perubahan positif dalam hidup mereka.