"Kami sedang mengkaji berbagai solusi alternatif."
KALAU petani tanaman pangan diberi subsidi pupuk oleh pemerintah, kenapa kebijakan serupa tidak diberlakukan untuk petani sawit?
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, Bickman Panggarbesy, mengungkapkan alasan di balik pemerintah pusat tidak mengalokasikan bantuan pupuk untuk petani sawit.
Salah satunya biaya pemupukan kebun sawit yang cukup mahal mencapai Rp 10 juta per hektar. "Biaya pemupukan satu hektar lahan sawit bisa mencapai Rp 10 juta per tahun. Ini menjadi salah satu alasan utama kenapa pemerintah pusat tidak bisa memberikan bantuan pupuk kepada petani sawit," kata Bickman, Kamis (16/5).
Selain itu, luas kebun sawit di Provinsi Bengkulu mencapai 318.352 hektar. Dengan demikian, dibutuhkan alokasi dana sebesar Rp 3,18 triliun hanya untuk memenuhi kebutuhan pupuk para petani sawit di Bengkulu. Jumlah ini dinilai terlalu besar untuk diakomodasi dalam anggaran pemerintah.
"Jika kita menghitung biaya yang diperlukan untuk seluruh kebun sawit di Bengkulu, maka angkanya mencapai Rp 3,18 triliun. Ini angka yang sangat besar dan sulit diakomodasi dalam anggaran negara," jelas Bickman.
Pemerintah pusat memiliki banyak prioritas pembangunan lain yang juga membutuhkan anggaran besar. Oleh karena itu, memberikan bantuan pupuk kepada petani sawit dianggap bukan sebagai pilihan yang feasible.
"Pemerintah pusat kemungkinan harus mempertimbangkan banyak hal. Tidak hanya sektor kelapa sawit, tapi juga infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dengan anggaran yang terbatas, sulit bagi pemerintah untuk mengalokasikan dana sebesar itu hanya untuk pupuk sawit," lanjut Bickman.
Meski pemerintah daerah Bengkulu memahami kesulitan para petani sawit, mereka juga terkendala dengan keterbatasan anggaran. Pemerintah daerah tidak memiliki kapasitas finansial untuk memberikan bantuan pupuk dalam skala besar.
"Kita di tingkat provinsi sebenarnya memahami kesulitan yang dihadapi para petani sawit. Namun, anggaran kita juga terbatas dan tidak memungkinkan untuk memberikan bantuan pupuk dalam skala besar," ungkap Bickman.
Sebagai solusi alternatif, pemerintah daerah sedang mengkaji berbagai cara untuk membantu petani sawit. Salah satunya adalah dengan memberikan pelatihan mengenai teknik pemupukan yang efisien dan penggunaan pupuk organik yang lebih terjangkau.
"Kami sedang mengkaji berbagai solusi alternatif, termasuk memberikan pelatihan kepada petani tentang teknik pemupukan yang efisien dan penggunaan pupuk organik yang lebih murah," jelas Bickman.
Selain itu, pemerintah daerah juga berharap adanya partisipasi dari sektor swasta. Perusahaan-perusahaan besar di bidang sawit diharapkan dapat berkontribusi dalam membantu para petani kecil, baik melalui program CSR atau kemitraan.
"Kami sangat berharap adanya peran dari sektor swasta. Perusahaan-perusahaan besar diharapkan bisa membantu melalui program CSR atau kemitraan dengan para petani kecil," tambah Bickman.
Kondisi ini tentu berdampak pada produksi sawit di Bengkulu. Tanpa dukungan pupuk yang memadai, produktivitas kebun sawit bisa menurun. Ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para petani yang menggantungkan hidup dari hasil sawit.
"Produktivitas kebun sawit akan terpengaruh tanpa dukungan pupuk yang memadai. Ini adalah realitas yang harus dihadapi para petani," kata Iskandar Maun, seorang petani sawit di Bengkulu.