"Ya, asal jangan menggusur sawah."
PERKEBUNAN kelapa sawit tidak bisa dikembangkan di Pulau Jawa adalah anggapan yang salah, non-ilmiah. Terkecuali yang dipakai untuk membangun perkebunan sawit adalah lahan sawah.
Pernyataan itu disampaikan Wayan Supadno, Minggu (19/5). Wayan
adalah purnawirawan TNI yang sukses menjadi petani sawit dari Pangkalanbun, Kabupaten Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Menurut Wayan, pengembangan perkebunan kelapa sawit di Pulau Jawa ternyata masih sangat memungkinkan untuk dilakukan Pemerintah dalam beberapa tahun ke depan.
Penilaian ini seakan menjadi antitesa dari sikap yang dikeluarkan oleh Sawit Watch melalui buku yang berjudul "Gula-gula Sawit di Pulau Jawa (Harapan Manis Berbuah Tangis?)", dan diluncurkan, Kamis (16/5).
Sebelum dilanjutkan, perlu diketahui kalau Sawit Watch sendiri merupakan salah satu organisasi nonpemerintah atau non government organization (ornop/NGO) yang berskala nasional.
Sawit Watch yang diketahui berkantor di Bogor, Provinsi Jawa Barat(Jabar) ini memiliki fokus pada pengawasan kebijakan dan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
"Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Pulau Jawa sebuah keniscayaan jika sawit terus mau direduksi jadi energi baru dan terbarukan," kata Wayan Supadno lagi.
Wayan Supadno meyakinkan bahwa pengembangan sawit tidak akan mengganggu rencana Pemerintah yang ingin menjadikan Pulau Jawa sebagai sentra komoditas pangan nasional.
"Ya, asal jangan menggusur sawah, sawit pasti bisa dikembangkan di Pulau Jawa, sangat feasible, sangat memungkinkan," ucap Wayan kembali.
"Sebab, lahan di luar Jawa mulai mahal. Di Pulau Jawa, lahan yang punya hak guna usaha (HGU) juga masih murah," kata dia menambahkan.
Wayan bilang sawit ditanam di perkebunan karet dan teh milik Holding PTPN Nusantara yang selama ini bikin mumet larena tidak maksimal pengolahan dan hasilnya.
"Korbannya tentu kebun karet dan teh yang selama ini bikin mumet. Akan makin optimal (pengembangan sawit di Pulau Jawa - red) jika diikuti proses hilirisasi produk sawit dan dilakulan integrasi sapi agar nilai tambahnya besar," kata pria yang akrab disapa Pak Tani ini.
Apalagi Wayan menghitung harga pokok produksi (HPP) pembagunan perkebunan sawit rendah karena upah pekerja di Pulau Jawa murah dan banyak tenaga kerja yang tersedia.
Wayan Supadno melihat selama ini perkebunan kelapa sawit yang jumlahnya sedikit di Pulau Jawa tidak dirawat dengan maksimal dan terkesan asal-asalan saja.