https://myelaeis.com


Copyright © myelaeis.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Berita > Ragam

"Sampai Kapan Lahan Sawit yang Dianggap Masuk Kawasan Hutan Berlarut-larut?"

"Sampai Kapan Lahan Sawit yang Dianggap Masuk Kawasan Hutan Berlarut-larut?"

Ilustrasi kebun sawit. Foto: gatra.com

Ombudsman telah memetakan masalah pada tata kelola industri kelapa sawit. 

ANGGOTA Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan Ombudsman RI akan turun ke lapangan bersama-sama dengan para stakeholder terkait implementasi regulasi di sektor sawit.

"Tujuannya untuk melihat bagaimana implementasi regulasi pada tata kelola di industri kelapa sawit," kata Yeka seperti keterangan resmi yang diperoleh, Selasa (28/5).

"Kita akan turun bareng-bareng, kita ajak para stakeholder terkait. Kita akan lihat sama-sama penerapan regulasi di lapangan bagaimana. Sejauh mana penyimpangan terjadi di lapangan," ujarnya .

Hal itu ia katakan saat berbicara dalam Diskusi Publik Pencegahan Maladministrasi dalam Layanan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Senin (27/5).

Yeka mengatakan, ada beberapa regulasi yang membuat pelayanan publik pemerintah di industri kelapa sawit terganggu. 

"Adanya tumpang tindih ijin lahan. Misalnya lahan kelapa sawit yang dianggap masuk kawasan hutan. Mau sampai kapan masalah ini berlarut? Ini harus ditata tanpa ada pihak yang dirugikan," tegas Yeka. 

Ombudsman, kata dia, juga mempertanyakan bagaimana tingkat kesejahteraan petani kelapa sawit selama ini.

Terkait persoalan tumpang tindih lahan dan kawasan hutan serta perizinan, Ombudsman melihat  terdapat  benturan regulasi antara rezim kawasan dan pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).

Benturan itu, ujarnya. membingungkan petani dan pelaku usaha sawit, baik mulai dari penunjukan, tata batas, pemetaan dan  penetapan.

Ombudsman dalam hal ini telah memetakan masalah pada tata kelola industri kelapa sawit. 

Pertama, terkait lahan dan perizinan seperti kepastian ijin lokasi lahan perkebunan sawit, terkendala isu antara lain overlapping kawasan (hutan, HGU, adat). 

Kedua, permasalahan tata niaga, meliputi produk sawit terkendala kebijakan DMO untuk memenuhi kebutuhan CPO dalam negeri. 

Selain itu, pengolahan produk sawit juga terkendala kemitraan antara petani rakyat dengan industri. 

Terkait harga tandan buah segar (TBS), Ombudsman menemukan tidak dapat memberikan keuntungan bagi petani, masyarakat, bahkan pedagang minyak goreng sawit. 

"Terkait teknologi, target peningkatan produktivitas per hektar belum terpenuhi," tegas anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika

Sebagai informasi, diskusi publik ini menghadirkan beberapa narasumber yakni, Ketua Pusat Riset Sawit Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Budi Mulyanto, Ketua DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung.

Lalu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono, dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Ernest Gunawan.  

Diskusi ini juga menampilkan sejumlah penanggap di antaranya Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, dan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS